Rabu, 01 Februari 2012

PENAFSIRAN BAHASA, SIMBOL – SIMBOL DAN ANALISIS ISI (CONTENT ANALYSIS)




A.    PENAFSIRAN BAHASA
Tahap terakhir yang merupakan buah dari jerih payah penelitian ialah hasil penelitian dalam bentuk karya tulis. Betapapun baiknya pelaksanaan tahap sebelumnya dan bagaimana pun menariknya hasil penelitian itu, penilaian akhirnya hanya dapat diberikan berdasarkan tulisan yang dihasilkan. Dengan demikian, diperlukan suatu ramuan lagi yang diperlakukan untuk melaksanakan penelitian, yakni kemampuan menulis. Ini tentunya berkaitan erat dengan kemampuan bahasa, kemampuan berpikir logis dan runtut. Selanjutnya, berkaitan pula dengan rasa bahasa yang dimiliki, kebiasaan membaca, kebiasaan member dan meminta komentar.
Kami sependapat dengan Babbie yang menekankan perlunya memperhatikan bahasa dalam penulisan hasil penelitian. Dalam bab The Reporting of Survey Research, ia menekankan bahwa penulisan penelitian social yang baik memerlukan bahsa Inggris yang baik (bagi mereka yang bahsa ibunya bahasa Inggris). Angka-angka dari hasil penelitian yang sudah dihimpun masih memerlukan penjelasan yang baik. Penggunaan bahasa dari yang rumit, membuat komunikasi terhalang. Karena itu, untuk memperbaiki gaya bahasa, disarankan agar peneliti membaca buku kecil karangan William Strunk dan E.B White, The Elements of Style.
Kalau Babbie melonyarkan saran tersebut kepada ahli-ahli sosial berbahasa Inggris yang relative banyak membaca dan menulis, tentu hal yang sama sangat diperlukan oleh para peneliti social di Indonesia. Selaras dengan itu, kami inggin menyarankan pemakaian buku Gorys Keraf, Komposisi ; sebuah pengantar kepada Kemahiran Bahasa dan buku Cipta Loka Caraka: Teknik Mengarang.
Perlu ditekankan di sini bahwa menulis, termasuk bagi kebanyakan penulis, bukanlah sesuatu yang mudah. Menuangkan pemikiran ke dalam kalimat-kalimat yang baik, menyusun kalimat ke dalam alinea dan merangkainkan alinea-alinea tersebut, memerlukan banyak latihan. Jika ingin menghasilkan tulisan yang bermutu, jangan berharap bahwa karangan selesai sekali jalan. Perbaikan smapai tiga-empat kali adalah hal yang biasa. Karena itu, dalam peroses perbaikan, siapkanlah gunting, lem, plester dan scotch-tape. Pelajarilah ilmu membedah draft karangan dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu perlu dipelajari bagaimana mengecek sumber-sumber referensi dan linteratur guna menghindarkan kecerobohan.
Namun, dapat ditambahkan bahwa dengan meluasnya penggunaan Komputer dewasa ini, cara membuat draft karangan sudah jauh lebih sederhana, tidak lagi memerlukan gunting dan tape, melainkan dengan menggunakan salah satu program yang ada – Wordstar, Wordstar Profesional, Wordstar 2000 atau lainnya, perbaikan-perbaikan dapat dilakukan dengan cepat dan rapi.[1]
Para peneliti dan ilmuan pada umumnya, seyogianya memiliki tingkat kecermatan yang tinggi. Memintakan saran-saran dengan serius dan menyeminarkan “hasil sementara” sebelum diterbitkan, perlu sekali dijadikan kebiasaan jika memang berkeinginan meningkatkan mutu.

B.     SIMBOL-SIMBOL ANALISIS ISI
Ada banyak cara dalam meneliti perilaku manusia. Penelitian dapat menggunakan metode eksperimental dengan pengamatan di laboratorium, melakukan survey dengan menggunakan kuesioner, interview secara terstruktur, dan mengamati isi pembicaraan, tulisan-tulisan dan bentuk dokumentasi yang lain melalui metode analisis isi.
Metode analisis isi (content analysis) pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematis untuk menganalisisi isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. (Budd, 1967:2)
Penelitian dengan metode analisis isi digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi, yang disampaikan dalam bentuk lambing yang terdokumentasi atau dapat didokumentasikan. Metode ini dapat dipakai untuk menganalisis semua bentuk komunikasi, seperti pada surat kabar, buku, puisi, film, cerita rakyat, peraturan perundang-undangan, dan sebagainya.  
Analisis ini berguna bagi antopolog untuk menggali nilai-nilai yang terpendam, bagi sosiolog untuk mengamati perubahan sosial, bagi ilmuwan politik untuk memahami perkembangan arus pesan politik, bagi psikolog untuk menganalisis perilaku, bagi pengusaha untuk menganalisis kebutuhan pasar. Pendeknya bagi setiap orang yang ingin menangkap apa yang tersirat dari apa yang tersurat.
Dengan menggunakan anilisis isi, peneliti dimungkinkan mengobservasi pesan-pesan publik komunikator pada waktu dan tempat sendiri yang dipilih oleh peneliti. Prosedur penggunaannya pun tidak terlalu rumit. Setidaknya ada tiga macam alasan mengenai perlunya suatu metode penelitian analisis isi terdapat pernyataan seseorang, buku, media masa, atau yang lainnya.
Pertama, walaupun orang sering diterpa pesan komunikasi, pengalaman personal yang diterpa pesan tersebut terbatas dan selektif sifatnya. Pada kehidupan sehari-hari, misalnya, tidak mungkin peneliti memperhatikan semua acara televise atau semua materi surat kabar dalam kurun waktu tertentu. Lebih jauh lagi karena sifat selektivitas kita terhadap terpaan informasi, seringkali menyebabkan pengetahuan mengenai apa yang disiarkan, dibiaskan oleh selera pribadi. Dengan demikian, hanya melalui monitoring yang sistematislah yang akan diberikan suatu pandangan representative mengenai suatu siaran televise atau  pesan komunikasi yang lain.
Kedua, biasanya ada kecenderungan untuk menggeneralisasikan pengalaman komunikasi yang khas. Misalnya jika suatu saat orang menyaksikan siaran beberapa acara televisi yang menampilkan adegan kekerasan, maka orang tersebut cenderung mengasumsikan bahwa kebanyakan isi pesan televisi mencerminkan kekerasan. Begitu pula kalau membaca surat kabar, jika kebetulan yang dibaca adalah beberapa berita criminal, akan menyimpulkan bahwa isi Koran tersebut didominasi oleh berita kejahatan. Hal semacam ini merupakan suatu penyimpulan yang tergesa-gesa tanpa pengamatan yang sistematis dan lebih didasarkan pada persepsi, bukan dari data yang nyata.
Ketiga, terpaan sehari-hari pada komunikasi jarang memotivasi untuk menganalisis aspek-aspek yang berharga pada isi pesan komunikasi. Dalam menyaksikan acara televise, misalnya, pemirsa jarang memperhatikan dan menganalisis karakteristik sosial atau jenis pekerjaan dari lakon (hero) atau penjahat yng ada dalam film cerita di televise. Padahal analisis semacam ini dapat memberikan perspektif pada kita tentang data sosiologi produk-produk komunikasi massa.
Oleh karena itu, dengan menggunakan metode analisis isi, akan diperoleh suatu hasil atau pemahaman terhadap berbagai isi pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa atau sumber informasi lain secara objektif, sistematis, relevan secara sosiologis.
Jadi, analisis isi di sini berbeda dengan kegiatan membaca, menonton, atau mendengar secara kritis (analisis). Dalam membaca, menonton, atau mendengar, kita dapat memilih setiap bagian isi yang menarik atau mendukung pendapatnya. Sementara pada aniisis isi yang diperlukan adalah suatu tinjauan yang menyeluruh dari semua isi komunikasi yang tidak dibiasakan oleh selera pribadi atau perhatian sesaat.
Untuk lebih jelasnya kita simak penuturan Benard Berelson tentang hakikat analisis isi. Menurut Berelson (Stempel 1983:9), analisis isi merupakan suatu teknik penelitian untk melukiskan isi komunikasi yang nyata secara objektif, sistematik, dan kuantitatif. Objektif diartikan bahwa hasil penelitian bergantung prosedur penelitian bukan pada orangnya. Objektivitas tersebut dapat dicapai dengan katagorisasi yang ditetapkan sehingga orang yang berlainan dapat menggunakannya analisis ini yang sama memperoleh dan memperoleh hasil yang sama pula. Sistematik berarti satu prosedur tertentu diterapkan secara sama pada semua isi yang dianalisis. Dengan penetapan katagori yang sedemikian rupa sehingga semua isi yang relevan dianalisis. Dalam hal ini, analisis dirancang untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah atau hipotesis penelitian. Sedangkan kuantitatif diartikan dengan mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuansi untuk melukiskan berbagai jenis isi yang didefinisikan. Sementara pengertian isi yang nyata di sini merupakan isi yang tersurat, yang berarti isi tersebut harus di-koding seperti apa adanya yang tersurat (tampak), bukan seperti apa yang dirasakan oleh peneliti.
Penelitian dengan menggunakan analisis isi sebenarnya merupakan suatu bentuk penelitian yang mendasar dan multiguna, ia tidak sekedar mendeskripsikan cirri-ciri pesan, namun juga mendasari penelitian efek komunikasi dan penelitian mengenai penyebab menculnya pesan. Dengan kata lain, analisis isi bukan hanya untuk memepelajari karakteristik isi komunikasi, tetapi juga untuk menarik kesimpulan mengenai sifat komunikator, khalayak, dan efeknya.
Penelitian-penelitian karakteristik pesan, misalnya dapat dilakukan pada beberapa keadaan antara lain:
1.      Membandingkan pesan dari sumber yang sama dalam kurun waktu tertentu yang berbeda, dengan maksud meliahat kecendrungan isi.
2.      Membandingkan pesan dari sumber yang sama dalam situasi yang berbeda, dengan maksud melihat pengaruh situasi terhadap isi pesan.
3.      Meneliti pengaruh ciri-ciri khalayak sasaran terhadap isi dan gaya komunikasi.
4.      Membandingkan pesan dari sumber yang sama dalam situasi atau sasaran khalayak yang berbeda.
5.      Membandingkan isi pesan dari sumber-sumber yang berbeda.
6.      Membandingkan isi pesan yang dihasilkan oleh sumber tertentu dengna perilaku sumber tersebut untuk mengetahui nilai, sikap, motif, atau tindakan dari sumber yang bersangkutan.
7.      Membandingkan anatara isi pesan yang ada pada satau atau lebih sumber yang ada dengan keadaan masyarakat pada waktu pesan itu disampaikan.
8.      Membandingkan pesan yang disampaikan sumber tertebtu dengan pesan  yang diterima oleh sasaran.
9.      Membandingkan pesan yang disampaikan  sumber tertentu dengan perilaku yang dilakukan oleh sasaran.

Prosedur Analisis Isi
            Penelitian yang menggunakan analisis isi biasanya melalui tahapan prosedur:
1.      Perumusan masalah;
2.      Perumusan hipotesisi;
3.      Penenteuan unit analisis;
4.      Penarikan sampel;
5.      Coding;
6.      Pengumpulan data;
7.      Analisis data.

Pada dasarnya pendekatan analisis ini tidak berbeda dengan pendekatan yang banyak diterapkan pada metode survai. Jika survai memilih suatu populasi, analisis isi memilih tipe atau subset media. Jika survai dihimpun data dari orang-orang sesuai dengan sejumlah variabel, pada analisis ini dihimpun objek dalam system kata gori. Dalam survai ada pemberian nilai pada variabel, sedangkan pada analisis isi adalah keberadaan atau ketidakberadaan, frekuensi, atau acuan tertentu.
Seperti halnya dengan survai, metode ini digunakan dalam berbagai tujuan, tetapi khususnya digunakan untuk mengambil sari dari distribusi frekuensi isi acuan sampai pada hal-hal frekuensi yang diketahui dalam realitas sosial. Oleh karena itu, metode ini agak condong pada perbandingan isi media dengan realitas, studi masalah sosial-budaya, serta jenis dampak penelitian tertentu.

a.      Perumusan Masalah
Tahap perumusan masalah merupakan landasan awal untuk merumuskan gejala yang ingin diteliti. Pada tahap ini, masalh harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diukur. Misalnya, kita inggin mengetahui pakah berita criminal di surat kabar X tahun 1991 lebih banyak daripada berita criminal surat kabar X tahun 1981. Oleh karena itu, terlebih dulu harus dioperasionalkan sebagai berita-berita yang mengandung peristiwa pembunuhan, penganiayaan, pencurian, penipuan, perampokan, perkosaan, penyelundupan, penyalahgunaan oabat terlarang, korupsi, dan manipulasi, maka permasalahannya dapat dirumuskan  dalam kalimat tanya yang berbuni, “Berapa banyak berita pembunuhan, penganiayaan, pencurian, penipuan, perampokan, perkosaan, penyelundupan, penyalahgunaan oabat terlarang, korupsi, dan manipulasi di surat kabar X pada tahun 1991 dan surat kabar X di tahun 1981?”
Jadi, dalam perumusan permasalahan tersebut, penelitian harus memiliki operasionalisasi konsep yang akan diteliti. Operasioanalisasi tersebut dapat menggunkan konsep katagori yang sudah ditulis oleh para pakar sebelumnya, ataupun dengan merujuk teori tertentu dengan penerapannya yang logis.
b.      Perumusan hipotesis
Sebenarnya perumusan hipotesis bukan merupakan prasyarat mutlak  dalam penelitian analisis isi, tetapi lebih layak dilakukan terutama guna memberikan arah yang jelas pada jalannya penelitian. Hipotesis dapat dirumuskan dalam bentuk hipotesis nol dan hipotesis kerja. Untuk contoh hipotesis nol, misalnya, “tidak ada perbedaan yang nyata tentang banyaknya berita criminal di surat kabar X pada tahun 1991 dengan surat kabar X pada tahun 1981”. Untuk contoh hipotesis kerja, misalnya, “terdapat perbedaaan jumlah yang nyata antara berita criminal di surat kabar X tahun 1991 dengan surat kabar X tahun 1981.” Pengetesan hipotesis dalam analisis data dapat menggunakan rumus statistik yang sederhana, yakni chi-kuadrat (dibahas dalam analisis data).
c.       Penentuan Unit Analisis
Penentuan  satuan analisis merupakan dasar untuk penarikan sampel dan tahapan penelitian berikutnya. Satuan analisis berkaitan dengan masalah penentuan yang akan diteliti. Apakah yang akan diteliti itu kata, kalimat, paragrap, atau berita. Jawabannya harus berkaitan dengan tujuan penelitian. Jika tujuannya ingin menemukan jumlah berita kiminal di suatu surat kabar, maka yang dihitung adalah berdasarkan setiap berita yang diberitakan, yaitu jumlah peristiwa yang memberitakan pembunuhan, penganiayaan, pencurian, penipuan, perampokan, perkosaan, penyelundupan, penyalahgunaan obat terlarang, korupsi, dan manipulasi. Namun, jika yang ingin diteliti aspek pornografi di buku buku cerita (komik) pada kurun waktu tertentu, unit analisisnya dapat berupa, kata-kata yang menyuratkan pornografi, misalnya kata senggama, ciuman, buah dada, atau kata-kata sejenis lainnya.
Ukuran perhitungan yang dipakai dalam penentuan unit analisis ini dapat berupa satuan kata, satuan kalimat, satuan peristiwa (berita), ataupun satuan lambang tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Perhitungan unit analisis didasarkan pada pilihan jenis unit analisisnya. Jika berupa unit sintaksis yang unit analisisnya berupa kata atau simbol, maka perhitungannya adalah frekuensi jumlah kata atau symbol itu. Jika unit analisisnya berupa satuan satuan berita, maka perhitungannya berdasarkan tema peristiwa yang diberitakan. Dasar perhitungan demikian disebut unit tematik.
Selain dapat dihitung berdasarkan jumlah peristiwadengan tema tertentu, isi dapat pula dihitung berdasarkan  unit fisiknya. Bukan satuan peristiwanya, namun yang dihitung satuan panjang, kolom, inci, ataupun waktu. Jika analisis ini yang meneliti pemuatan iklan pada surat kabar, maka yang dihitung bukan temanya, namun lebih tepat satuan ruang, seperti kolom atau inci yang digunakan sebagai unit analisis. Sedangkan iklan di TV atau radio yang dihitung bukan temanya, namun juga waktu permenir, detik, atau jam.
Perhitungan unit analisis dapat pula didasarkan pada unit referen, yakni rangkaian kata atau kalimat menunjukkan sesuatu yang mempunyai arti sesuai kategori. Contoh, aspek pornografi tidak selalu ditunjukkan oleh symbol atau kata yang secara tersurat bersifat porno, tetapi dapat pula ditunjukkan oleh rangkaian kata yang tiap katanya tidak menunjukkan porno, tetapi rangkaiannya menyiratkan pornografi. Misalnya, “dua orang berlainan jenis itu kemudian masuk ke dalam kamar, sunyi dan hening, tiada terdengar apapun kecuali suara napas mereka yang berkejar-kejaran”. Kalimat di atas tidak memiliki kata yang tersurat porno, namun rangkainnya mereferensikan pada adegan pornografi.
Jadi, satuan analisis yang digunakan sebagai dasar perhitungan ini dapat berupa satuan sintaksis (kata atau lambang), satuan tema dari peristiwa, atau berita, dan dapat pula satuan fisik yang berupa waktu, panjang, kolom, atau volume, dan satuan referen. Satuan analisis ini dapat digunakan secara bersamaan dalam satu penelitian, namun analisisnya dipisahkan, tidak campur aduk.
d.      Penarikan Sampel
Dalam hal penarikan sampel, yang harus diperhatikan adalah memastikan bahwa sampel mewakili populasi yang dimaksudkan. Untuk populasi seluruh surat kabar X selama tahun 1991 dan 1981, sampel dapat diambil dengan memilih sejumlah terbitan dengan jumlah yang sama tahun 1991 dan 1981 dari surat kabar X. kalau populasinya sedikit, lebih baik jika semua dijadikan total sampel agar betul-betul representatif. Namun, bila populasinya cukup banyak, agar mempermudah dapat pula dengan mengambil 50%, 25% atau minimal 10% dari seluruh populasi. Mengenai besar sampel tidak ada ketentuan yang pasti, yang penting dalam hal ini representatif. Oleh karena itu, metode pengambilan harus diperhatikan dengan waktu dan isi yang diteliti.
Pengambilan sampel pada dasarnya sama dengan penelitian jenis lain. Bedanya sampel dalam analisis isi bukanlah individu-individu dalam masyarakat, namun merupakan suatu pesan atau pernyataan yang (dapat) terdokumentasi. Berikut ini dikemukakan beberapa cara yang biasa digunakan dalam penarikan sampel dalam analisis ini.
Sampling random sederhana. Pada metode ini semua unsure populasi ditulis dalam secarik kertas, kemudian diundi sampai diperoleh jumlah yang dikehdaki. Unsure-unsur yang jatuh itulah yang menjadi sampel. Cara semacam ini kurang praktis jika populasinya berjumlah besar, dan akan semakin sulit jika kerangka sampling tidak dipahami.
Sampling sistematik. Dalam penggunaan metode ini harus diketahui dulu kerangka samplingnya, yakni daftar semua unsure populasi. Jika sudah diketahui, pilihan sampel dilakukan dengan mengambil unsur-unsur dalam jarak tertentu. Misalnya, kita ingin meneliti berita criminal pada surat kabar X pada tahun 1991. Diketahui bahwa jumlah surat kabar selama setahun adalah sekitar 360, sementara kita hanya memerlukan 60 unsur terbitan. Oleh karena itu, perbandingan ukuran sampel dengan populasi adalah 360 : 60 = 6 ini disebut sampling ratio. Misalnya, unsur pertama yang kita pilih adalah terbitan tanggal 2 januari, maka sampel berikutnya adalah tanggal 7, 13, 19, 25, 31, tanggal 16 Februari, 12, 18, 24, dan seterusnya. Namun, bila yang diteliti surat kabar, maka hari minggu dan hari libur tidak dimasukkan sebagai sampel sehingga hitungannya dilompati. Hal itu sering dilakukan karena edisi minggu berbeda dengan edisi hari-hari biasa.
Jika yang diteliti dari satu surat kabar, misalnya, yang diteliti surat kabar Jawa Pos, Surabaya Pos, dan Surya, maka pengambilan sampel dilakukan sama persis untuk ketiganya. Artinya, Jika sudah ditentukan sampling rationya maka tanggal-tanggal yang terpilih berlaku untuk ketiga surat kabar tersebut.
Sampling Cluster. Cara ini digunakan jika tidak memiliki kerangka sampling. Misalnya, penelitian aspek pornografi isi novel terbitan sebelum tahun 1970 dibandingkan dengan terbitan setelah 1980. Untuk menghitung dan mengenali satu per satu jumlah novel yang terbit pada kurun waktu tersebut teramat sulit, dan daftarnya mungkin terlalu panjang. Oleh Karena itu, dilakukan pengelompokkan berdasarkan tempat terbitnya, misalnya, kelompok yang terbit di Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan seterusnya atau dapat pula dikelompokkan berdasarkan pengarangnya atau penerbitnya. Jika sudah kita tentukan, misalnya pengarang A mengeluarkan 10 karangan pada kurun waktu itu, dapat ditentukan dengan mengambil 3 dari karangan secara random. Jika ada 10 pengarang dengan rata-rata 10 buku, maka diperoleh 30 sampel. Begitu pula jika dasarnya wilayah atau satuan kelas yang lain. Cara ini agak sulit jika masing-masing kelas memiliki jumlah unsur sampel yang berbeda-beda secara mencolok.
Sampling kebetulan (aceidental sampling). Jenis ini menggunakan sampel dengan cara pengambilan berdasarkan kepada asas kebetulan saja. Misalnya, ingin meneliti kecenderungan isi surat kabar Kompas selama 1991 dan 1992. Kebetulan memiliki 100 terbitan dari kurun dua tahun tersebut, dan menggunakan apa adanya yang dimiliki itu. Cara demikian disebut sampling kebetulan. Cara macam ini memang mudah, namun sering kali kurang representatif.
Sampling purposif, yaitu memilih sampel berdasarkan penilaian tertentu karena unsur-unsur yang dipilih dianggap mewakili populasi. Tentu  saja pengambilan pilihan harus didasarkan alasan-alasan yang logis, misalnya tingkat homogenitas yang tinggi atau karakteristik, sampel terpilih mempunyai kesamaan karakteristik populasi.
e.       Coding
Karena analisis didefinisikan bersifat sistematis dan objektif, penelitian harus memperhatikan realibilitas coding. Reabilitas berarti adanya konsistensi klasifikasi. Misalnya, ada dua orang pembuat coding mengamati brita kriminal di surat kabar. Kedua orang tersebut harus mencapai kesepakatan yang sama dengan klasifikasi, mana yang termasuk kriminal dan mana yang bukan sehingga perhitungannya tidak berbeda. Apabila dalam melakukan coding tidak diperoleh kesamaan  (berbeda) hasilnya, maka besar kemungkinan dikarenakan beberapa hal yaitu definisi katagori yang tidak cermat; kegagalan pelaku coding untuk mencapai kerangka pemikiran yang sama antara pelaku coding; atau adanya kekeliruan perhitungan. Oleh karena itu, penentuan indikator pada suatu kata gori pesan, harus benar-benar jelas batasannya. Jangan menggunakan kata gorisasi yang mempunyai arti ganda atau tidak jelas batas-batasnya.
Selanjutnya untuk mengetahui reliabilitas alat ukur dapat ditempuh dengan cara sederhana, yaitu membandingkan hasil coding anatara dua atau tiga orang pada sampel yang di prauji (pretes). Misalnya, tiga orang pengcoding mengatagorisasi satu bagian dari sampel yang sama, maka reliabilitas  alat ukur perlu dipertanyakan.
Jika pengcoding hanya sendirian, maka dapat ditempuh dengan cara melakukan pengcodingan pada data pretest yang sama, dalam waktu yang berbeda-beda minimal tiga kali. Kemudian dibandingkan hasilnya apakah ada perbedaan atua tidak. Jika sama, maka kategorisasi cukup andal. Jika terdapat perbedaan, perlu dikaji kembali konsep kategorisasinya.
Ada beberapa kategorisasi yang pernah dikembangkan oleh para pakar untuk menganalisis isi media massa. Namun, kategorisasi yang  mereka gunakan belum tentu sama dengan yang dibutuhkan. Deuchman, misalnya, mengaterogasi isi media masa dalam 11 kategorisasi, yakni perang dan pertahanan, hiburan popular, human interest, kegiatan ekonomi, pendidikan kesenian klasik, politik, pemerintahan, kejahatan, kecelakaan dan bencana, kesehatan  dan kesejahteraan masyarakat, ilmu dan penemuan, serta masalah moral masyarakat (Flourney, ed., 1990:26-28). Kategori karl deuchman terhadap isi media massa ini banyak sekali digunakan oleh peneliti-peneliti analisis isi, maka tanpa ataupun dengan modifikasi di beberapa sisi kategori
Ishadi S.K menggunakan dua kategori untuk isi peliputan berita pembangunan di surat kabar Indonesia, adalah:
1.      Pemerintahan dan reformasi administrasi.
2.      Produksi pangan pembangunan pertanian dan irigasi.
3.      Pembangunan industry, ilmu, teknologi dan tenaga, pertambangan dan industry minyak tanah.
4.      Komunikasi, transportasi dan pariwisata.
5.      Perdagangan dan gerak-gerakan perkoperasian.
6.      Tenaga kerja dan transmigrasi.
7.      Pembangunan daerah dan pedesaan, dan perumahan.
8.      Pendidikan dan kebudayaan.
9.      Kesehatan.
10.  Kesejahteraan masyarakat dan keluarga berencana, penerangan dan media massa.
11.  Hokum dan penegakan hokum.
12.  Pertahanan dan keamanan nasional (Flourney (ed.), 1990:72-75).

Dapat saja dibuat kategorisasi sendiri sesuai kebutuhan, namun dapat pula digunakan kategorisasi yang pernah dilakukan oleh para pakar sebelumnya. Ada beberapa keuntungan bila menggunakan sistem kategori yang telah dipakai dalam penelitian lain. Pertama, kategorisasi itu dapat dijalankan dengan melihat hasil penelitian yang pernah menggunakannya. Kedua, kemungkinan hasil penelitian dapat diduga sebelumnya. Ketiga, validitas dan reabilitasnya lebih terjamin. Walaupun demikian, seringkali masih perlu diciptakan seperangkat kategori sendiri atau menghilangkan dari senin sampai dengan hari sabtu (hari minggu tidak dihitung karena pada hari minggu, surat kabar tertib dalam edisi khusus  yang sedikit berisi berita). Oleh karena itu, kalau dalam tabel disebutkan hari senin, berarti seluruh hari senin selama satu bulan, begitu pula untuk hari selasa dan seterusnya.
TABEL
Frekuensi Berita Kriminal Surat Kabar X
Hari Selama Sebulan
Tahun 1991
Tahun 198
Senin
17
13
Selasa
12
11
Rabu
19
14
Kamis
16
8
Jum’at
8
7
Sabtu
10
5
Total
82
58

Untuk mengetes apakah perbedaan tersebut karena kebetulan atau tidak, kita harus menghitung frekuensi yang diharapkan (fh) berdasarkan peluang yang yang dapat diramalkan, yaitu dengan jalan membagi sama rata jumlah berita:
(82+58=140:2=70). Pembagian secara merata adalah 70 dan  70, angka-angka ini di masukkan ke dalam rumus chi-kuadrat sebagai berikut:

                                 chi-kuadrat total = 4.12

Nilai  chi-kuadrat ini harus dibandingkan dengan tabel chi-kuadrat dengan drajat kebebasan. (drajat kebebasan dihitung berdasarkan:(kolom-1x jumlah lajur-1). Nilai chi-kuadrat pada tingkat kepercayaan 0,05 dengan derajat kebebasan 1 adalah 3.84. dengan demikian nilai 4.12 lebih besar 3.84 sehingga perbedaan tersebut bukan sekedar kebetulan, tetapi perbedaan yang nyata. Demikian penggunaan Chi-square dalam menguji perbedaan nyata data yang diperoleh.
            Uji semacam ini tidak harus dilakukan, tetapi disesuaikan dengan pilihan analisisnya. Jika analisis menggunakan tabel frekuensi dengan tabel silang, maka angka-angka dalam presentase pun sudah dianggap cukup.

2. Beberapa Contoh Penggunaan Tabel Presentase    
            Agar lebih jelas, berikut ini dikemukakan pula suatu contoh tampilan analisis yang menggunakan tabel presentase. Ishadi S.K. misalnya, ketika menyelesaikan tesis masternya, dalam salah satu analisis datanya menunjukkan rincian ruang berita, periklanan, dan kategori lain (seperti karikatur, cerita seri, Teka-teki silang, acara televise, dan sebagainya) ke dalam sebuah tabel. Dibawah ini adalah beberapa contoh penggunaan tabel dengan presentase.

Tabel
Persentase Ruang Berita, Periklanan dan Kategori Lain dari
Enam Surat Kabar Indonesia


Suarat Kabar
Berita
Iklan
Lain-lain
Jumlah
Berita Yudha
852
11,4
3,4
100%
Suara Karya
80,7
13,5
5,8
100%
Kompas
60,5
32,8
5,7
100%
Sinar Harapan
61,9
35,9
2,2
100%
Merdeka 
84,5
13,9
1,6
100%
Pelita
85,0
12,3
2,7
100%


Studi yang diteliti dari enam terbitan tahun 1980 oleh ishadi ini, menampakkan bahwa muatan iklan yang lebih banyak dimiliki oleh dua terbitan independen, yakni sinar harapan dan kompas. Sementara porsi berita terbesar ada pada Berita Yudha. Dasar perhitungan penelitian ishadi ini adalah unit fisik, yaitu luas kolom yang digunakan (untuk berita, iklan, atau yang lain) dibagi keseluruhan luas kolom.
            Contoh lain penggunaan tabel untuk analisis isi dilakukan abdul razak yang meneliti kebebasan pers yang dilihat dari isi tajuk rencana beberapa pers Indonesia. Dasar perhitungan presentase pada analisis razak berbeda dengan ishadi, Razak menggunakan dasar perhitugan per artikel bukan besarnya fisik, melainkan menggunakan Unit for reference setiap tulisan tajuk dihitung satu tanpa memperhitungkan berapa luas kolom yang dipakai. Berikut ini tabel yang digunakan oleh Razak.


Masih pada contoh hasil penelitian yang sama, Razak dalam kesempatan lain juga mengemukakan sebuah tabel yang berkaitan dengan sifat ketegasan Tajuk Rencana surat kabar terhadap suatu kebijakan pemerintah yang diteliti pada tahun 1983. Pada tabel berikut ketegasan Tajuk Rencana diklasifikasi dalam dua macam kategori, yaitu berupa sanjungan atau pujian dan kategori kedua, yaitu celaan atau kritik (flourney, (ed), 1990:173)

Dari contoh-contoh di atas, Nampak bahwa penggunaan tabel cukup sederhana dalam analisis isi. Dalam hal ini yang penting adalah kemampuan peneliti untuk menginterpretasi data yang diperoleh. Untuk lebih jelas dalam pembahasan analisis isi berikut ini, akan dikemukakan pula beberapa bahan bacaan yang dapat digunakan sebagai referensi maupun memperdalam pengetahuan tentang content analysis.  
  
 
Daftar Pustaka
Amirul Hadi, Haryono., Metodologi Penelitian Pendidikan. Pustaka Setia, Bandung, 1998, hal 174




[1] Amirul Hadi, Haryono., Metodologi Penelitian Pendidikan. Pustaka Setia, Bandung, 1998, hal 174

Tidak ada komentar:

Posting Komentar