BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru efektif akan berbeda
dengan guru biasa. Guru efektif akan memberikan sentuhan yang relative tepat
sasaran dan lebih berorientasi membangun motivasi. Inilah yang membedakan guru
efektif dengan guru biasa yang sekedar mengajar dan memberikan materi sesuai
dengan kurikulum tanpa diiringi penerapan fungsi-fungsi personalitas guru itu
sendiri. Sering kali guru mengabaikan akan hal itu padahal memotivasi siswa itu
penting untuk menunjang keberhasilan dalam belajar siswa dengan begitu mereka
merasa dianggap ada dan ikut serta dalam proses belajar.
Dan yang perlu kita
ketahui ada 2 sifat motivasi, yaitu : motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
yang mempengaruhi tingkah laku seseorang, guru bertanggungjawab supaya
pembelajaran berhasil dengan baik, dan
oleh karenanya guru berkewajiban membangkitkan motivasi ekstrinsik pada peserta
didiknya. Diharapkan lambat laun timbul kesadaran sendiri untuk melakukan
kegiatan belajar dan guru berupaya mendorong dan merangsang agar tumbuh
motivasi sendiri pada diri peserta didik.
Dalam motivasi ada teori motivasi yang menjadi landasan untuk
mengetahui tingkah laku seseorang salah satunya, yaitu : Frued,
seseorang tokoh psikoanalitis yang sangat tersohor dalam teori psikoanalisis,
mengatakan bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh dua ketetuan dasar, yaitu
: insting kehidupan dan insting kematian. Insting kehidupan menapakkan diri
dalam tingkah laku seksual, sedangkan insting kematian melatar belakangi
tingkah laku- tingkah laku agresif. Teori kognitif menurut pandangan
filsuf kuno sepert Pluto, Aristoteles bahwa tingkah laku tidak
digerakkan oleh apa yang disebut motivasi, melainkan oleh rasio. Dalam teori
ini sangat mempengaruhi terhadap tingkah laku atau motif.
Motivasi adalah kemauan
untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan
atau implus. Motivasi seseorang tergantung kepada kekuatan motifnya. Motivasi
dipandang sebagai suatu proses pengetahuan tentang proses ini dapat membantu
guru menjelaskan tingkah laku yang diamati dan meramalkan tingkah laku orang
lain
B.
Rumusan Masalah
-
Bagaimana
Peran guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
BELAJAR
Belajar adalah modifikasi
atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.(learning is defined as the modification or streng thening of behavior
through experiencing )
Menurut pengertian ini,
belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil
atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada
itu, yakni mengalami. Hasil belajar
bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Pengertian ini sangat
berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar
adalah memperoleh pengetahuan ; belajar adalah latihan-latihan pembentukan
kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.
Sejalan dengan perumusan
diatas, ada pula tafsiran lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah
laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Dibandingkan dengan
pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama,yakni
perubahan tingkah laku,hanya berbeda cara atau usaha pencapainnya. Pengertian
ini menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Didalam
interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar.
Bukti bahwa seseorang
telah melakukan kegiatan belajar ialah adanya perubahan tingkah laku pada orang
tersebut, yang sebelumnya tidak ada atau tingkah lakunya tersebut masih lemah
atau kurang. Tingkah laku memiliki unsure objektif dan unsure subjektif. Unsure
objektif adalah un sur motorik atau unsur jasmaniah sedangkan unsure subjektif
adalah unsur rohaniah.[1]
A.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
Secara global,
factor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi 3
macam, yakni :
1)
Factor
Internal
2)
Faktor
Eksternal
3)
Factor
Pendekatan Belajar
Factor-faktor diatas
dalam banyak hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain.
Seorang siswa yang bersikaf
conserving terhadap
ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (factor eksternal) umpamanya,
biasanya cenderung mengabil pendekatan belajar yang sederhana dan tidak
mendalam. Sebaliknya, seorang siswa berintelijensi tinggi (factor internal) dan
mendapat dorongan positif dari orang tuanya (factor eksternal), mungkin akan
memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran.
1.
Factor
Internal siswa
Factor yang berasal dari
dalam diri siswa sendiri meliputi 2 aspek, yakni : aspek fisiologis (jasmani),
psikologis (rohaniah).
a.
Aspek
Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan
tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan
sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam
mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai
pusing kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif)
sehinga materi yan di pelajarinya pun kurang atau tidak berberbekas.
b.
Aspek
Psikologis
Banyak factor yang
termasuk aspek psikologis yag dapat mepengaruhi kuantitas dan kualitas
perolehan pembelajaran siswa. Namun, diantara factor-faktor rohaniah siswa yan
pada umumnya dipandang lebih esensial, yaitu : tingkat kecerdasan/inteligensi
siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi siswa.
2.
Factor
Eksternal Siswa
Seperti factor internal
siswa, factor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni : factor
lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.
a.
Lingkungan
social
Lingkungan social sekolah
seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat
mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan
sikaf dan perilaku yang simpatik dan meperlihatkan suri tauladan yang baik dan
rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat
menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa. Selanjutnya, yang
termasuk lingkungan social siswa adalah masyarakat an tetangga juga teman-teman
sepermainan disekitar perkampungan siswa tersebut.
b.
Lingkngan
nonsosial
Factor-faktor yang
termasuk lingkungan nonsosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat
tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan
waktu belajar yang digunakan siswa. Factor-factor ini dipandang turut
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
3.
Factor
Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar,
seperti yang telah diuraikan secara panjang lebar pada subbab sebelumnya, dapat
dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang
keefektifan dan efisiensi proses pebelajaran materi tertentu. Startegi dalam
hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa
untuk meecahkan masaah atau mencapai tujuan belajar tertentu (Lawson, 1991).
Disamping factor-factor
internal dan eksternal siswa sebagai mana yang telah di paparkan dimuka, factor
pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap tarap keberhasilan proses
pembelajaran siswa tersebut.[2]
B.
UNSUR-UNSUR
DINAMIS DALAM PROSES BELAJAR
Unsur-unsur yang terkait
dalam proses belajar terdiri dari (1). Motivasi siswa,(2). Bahan belajar,(3).
Alat bantu belajar,(4). Suasana belajar,(5). Kondisi subjek yang belajar.
Kelima unsur inilah yang bersifat
dinamis itu yang sering berubah,menguat atau melemah. Dan yang mempengaruhi
proses belajar tersebut.
1. Motivasi Siswa
Motivasi adalah dorongan
yang menyebabkan terjadi suatu perbuatan atau tindakan tertentu. Perbuatan
belajar terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang ntuk melakukan
perbuatan belajar. Dorongan itu dapat timbul dari dalam diri subjek yang
belajar yang bersumber dari kebutuhan tertentu yang ingin mendapat pemuasan ;
atau dorongan yang timbul karena rangsangan dari luar sehingga subjek melakukan
perbuatan belajar.
Motivasi yang timbul
karena kebutuhan dari dalam diri siswa di anggap lebih baik dibandingkan dengan
motivasi yang disebabkan oleh rangsangan dari luar. Namun dalam praktiknya,
sering motivasi dari dalam itu tidak ada,atau belum timbul. Keadaan ini
memerluukan rangsangan dari luar sehingga timbul motivasi belajar.
2. Bahan Belajar
Bahan belajar merupakan
suatu unsur belajar yang penting
mendapat perhatian oleh guru. Dengan bahan itu, para siswa dapat mempelajari
hal-hal yang diperlukan dalam upaya mencapai tujuan belajar.
3. Alat Bantu Belajar
Alat bantu belajar
merupakan semua alat yang dapat digunakan untuk membantu siswa melakukan
perbuatan belajar, sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif.
4. Suasana Belajar
Suasana belajar penting
artinya bagi kegiatan belajar. Suasana yang menyenagkan dapat menumbuhkan
kegairahan belajar, sedangkan suasana yang kacau, ramai, tak tenang dan banyak
gangguan, sudah tentu tidak menunjang kegiatan belajar yang efektif. Karena
itu, guru dan siswa senantiasa dituntut agar menciptakan suasana lingkuungan
belajar yang baik dan menyenangkan, menantang dan menggairahkan. Hal ini
berarti bahwa suasana belajar turut menentukan motivasi, kegiatan, keberhasilan
belajar siswa.
5. Kondisi Subjek Belajar
Kondisi subjek belajar
turut menentukan kegiatan dan keberhasilan belajar. Siswa dapat belajar secara
efisien dan efektif apabila berbadan sehat, memiliki bakat khusus, dan
pengalaman yang bertalian dengan pelajaran, serta memiliki minat untuk belajar.
[3]
C.
DEFINISI
MENGAJAR
Mengajar merupakan
istilah kunci yang hampir tak pernah luput dari pembahasan mengenai pendidikan
karena keeratan hubungan antara keduanya. Sebagian orang menganggap mengajar
hanya sebagian dari upaya pendidikan. Mengajar hanya dianggap sebagai salah
satu alat atau cara dalam menyelenggarakan pendidikan, bukan pendidikan itu
sendiri. Konotasinya jelas, karena mengajar hanya salah satu cara mendidik maka
pendidikan pun dapat berlangsung tanpa pengajaran. Anggapan ini muncul karena
adanya asumsi tradisional yang menyatakan bahwa mengajar itu merupakan kegiatan
seorang guru yang hanya menumbuhkembangkan ranah cipta murid-muridnya,
sedangkan ranah rasa dan karsa mereka terlupakan.
Pengertian yang umum
dipahami orang terutama mereka yang awam dalam bidang-bidang studi
kependidikan, ialah bahwa mengajar itu merupakan penyampaian pengetahuan dan
kebudayaan kepada siswa. Dengan demikian, tujuannya pun hanya berkisar sekitar
pencapaian penguasaan siswa atas sejumlah pengetahuan dan kebudayaan. Dari
pengertian semacam ini timbul gambaran bahwa peranan dalam proses pengajaran hanya dipegang oleh
guru, sedangkan murid dibiarkan pasif.dan menurut salah satu ahli yaitu Nasution (1986) berpendapat bahwa
mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lngkungan
sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses
belajar”. Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang kelas (ruang
belajar), tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium,
dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa.[4]
Hakekat pekerjaan mengajar
bukanlah melakukan sesuatu bagi si murid, tetapi lebih berupa menggerakkan
murid melakukan hal-hal yang dimaksudkan menjadi tujuan pendidikan. Tugas utama
seorang guru bukanlah menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku-buku, tetapi
mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membimbing
murid-murid dalam usaha mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.[5]
D.
PENGERTIAN
GURU
Guru adalah orang yang
kerjanya mengajar ; perguruan ; sekolah,gedung tempat belajar ; perguruan
tinggi: sekolah tinggi : universitas.[6]
Dalam dunia pendidikan,
istilah guru bukanlah hal yang asing. Menurut pandangan lama, guru adalah sosok
manusia yang patut digugu dan ditiru. Digugu dalam arti segala ucapannya dapat
dipercaya. Ditiru berarti segala tingkah lakunya harus dapat menjadi contoh
atau teladan bagi masyarakat.[7]
Dalam situasi pendidikan
atau pengajaran terjalin interaksi antara siswa dengan guru atau antara peserta
didik dengan pendidik. Interaksi ini sesungguhnya merupakan interaksi antara
dua kepribadian, yaitu kepribadian guru sebagai orang dewasa dan kepribadian
siswa sebagai sebagai anak yang belum dewasa dan sedang berkembang mencari
bentuk kedewasaan.[8]
E.
TUGAS
GURU
Guru banyak memiliki
banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupu yang di luar dinas, dalam
bentuk pengabdian. Apabila kita kelompokkan terdapat tiga jenis tugas guru,
yakni tugas dalam bidang profesi,tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang
kemasyarakatan.
Guru merupakan
profesi/jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.
Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang
kependidikan walaupun kenyataannya masih dilakukan orang di luar kependidikan.
Itulah sebabnya jenis profesi ini paling mudah terkena pencemaran.
Tugas guru sebagai
profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan
dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajak berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang
kemanusiaan disekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua.
Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya.
Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya
dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka
kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengakjarannya
itu kepada para siswa. Para siswa akan enggan menghadapi guru yang tidak
menarik. Pelajaran tidak dapat diserap sehingga setiap lapisan masyarakat (homo
indens, homo puber, dan homo sapiens) dapat mengerti bila menghadapi guru.
Masyarakat menempatkan
guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru
diharapkan masyarakat dapat memeperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa
guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya yang berdasarkan pancasila.[9]
F.
PERAN
GURU DALAM PROSES BELAJAR-MENGEJAR
Perkembangan baru
terhadap pandangan belajar-mengajar membawa konsekuensi kepada guru untuk
menigkatkan peranan dan kompetensinya karena proses belajar-mengajar dan hasil
belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru. Guru
yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan
akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada
tingkat optimal.
Peranan dan kompetensi
guru dalam proses belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan
oleh Adams & Decey dalam Basic Principles of Student Theaching, antara lain
guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan,
partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator dan konselor. Yang
akan dikemukakan disini adalah peranan yang dianggap paling dominan dan
diklasifikasikan sebagai berikut.
a.
Guru
Sebagai Demonstrator
Melalui peranannya
sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa
menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa
mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang
dimilikinya karena hal ini akan sangant menentukan hasil belajar yang dicapai
oleh siswa.
Salah satu yang harus
diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri ialah pelajar. Ini berarti bahwa guru
harus belajar terus menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya
dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanankan tugasnya
sebagai pengajar dan demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang fiajarkannya
secara didaktis. Maksudnya agar apa yang disampaikannya itu betul-betul
dimiliki oleh anak didik.
b.
Guru
Sebagai Pengelola Kelas
Dalam perannya sebagi
pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan
belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi.
Lingkunganb ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah
kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu
turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar
yang baik. Lingkungan yang baik yang bersifat menantang dan merangsang siswa
untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tuujuan.
Kualitas dan kuantitas
belajar siswa didalam kelas bergantung pada banyak factor, antara lain dalah
guru, hubungan pribadi antara siswa didalam kelas, serta kondisi umum dan
suasana didalam kelas.
c.
Guru
sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai media guru
hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidika
karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan
proses belajar-mengajar. Dengan demikian media pendidika merupakan dasar yang
sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi
berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
d.
Guru
Sebagai Evaluator
Kalau kita perhatikan
dunia pendidikan, akan kita ketahui bahwa setiap jenis pendidikan atau bentuk
pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan orang
selalu mengadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu
periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yng telah
dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Demikian pula dalam satu
kali proses belajar-mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang
baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah
cukup tepat. Semua pertanyaan akan dapat dijawab melalu kegiatan evaluasi atau
penilaian.[10]
G.
PERANAN
GURU DALAM MASYARAKAT
Peranan guru dalam
masyarajat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan
guru. Kedudukan social guru berbeda dari negara ke Negara, dari zaman ke zaman.
Pada zaman Hindu, misalnya guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebagai
satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu
sambil menunjukkan baktinya. Demikian pula guru-guru silat di Cina sangat
dijunjung tinggi poleh murid-muridnya. Di yunani kuno guru itu diambil dari
golongan hamba. Pada zaman VOC yang menjadi guru adalah orang-orang yang ada
pengetahuannya sedikit seperti tukang sepatu, tukang pangkas, orang yang
menguburkan mayat.
Di Negara kita kedudukan
guru sebelum perang Dunia II sangat terhormat karena hanya mereka yang terpilih
dapat memasuki lembaga pendidikan guru.
Hingga kini citra tentang guru masih tinggi walaupun sering menurut yang
dicita-citakan yang tidak selalu sejalan dengan kenyataan.
Pekerjaan guru selalu
dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunan bangsa. Dari guru
diharapkan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada harus
msenggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi kelurganya.
Walaupun demikian masyarakat tak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata
sebagia mata pencaharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang kayu, atau
saudagar. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan Negara dan
masa depan bangsa.[11]
H.
FUNGSI
GURU
1.
Guru
Sebagai Pendidik
Salah satu fungsi guru
yang umum adalah sebagai pendidik. Dalam melaksanakan fungus ini, guru dituntut
menjadi inspirator dan menjaga disiplin kelas. Sebagai inspirator, guru
memberikan semangat kepada para siswa tanpa memandang tingkat kemampuan
intelektual atau tingkat motivasi belajarnya. Buatlah setiap siswa senang
bergaul dengan guru, baik di dalam maupun di luar kelas. Hal ini tentu saja
menuntut fleksibilitas yang tinggi. Perhatian dan tindakan guru harus
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa.
2.
Guru
Sebagai Didaktikus
Menurut Benyamin Bloom
sebagai mana dikutip W.S. Winkel (1991 : 115), kualitas pengajaran sangat
bergantung pada cara menyajikan ateri yang harus dipelajari. Selain itu,
bagaimana cara guru menggunakan peneguhan, bagaimana cara guru mengaktifkan
siswa supaya berartisipasi dan merasa terlibat dalam proses belajar, dan
bagaiman cara guru memberikan informasi kepada siswa tentang keberhasilan
mereka, merupakan cara-cara yan biasa disampaikan. Semua hal tersebut menuntut
keterampilan didaktik guru.[12]
I.
PENGERTIAN
MOTIVASI
Motivasi adalah kemauan
untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan
atau implus. Motivasi seseorang tergantung kepada kekuatan motifnya. Motif
dengan kekuatan yang sangat besarlah yang akan menentukan perilaku seseorang.
Motif yang kuat ini sering kali berkurang apabila telah mencapai kepuasan
ataupun menemui kegagalan.[13]
Perilaku individu tidak
berdiri sendiri, selalu ada hal yang mendorongnya dan bertuju pada suatu tujuan
yang ingin dicapainya. Tujuan dan factor pendorong ini mungkin disadari oleh
individu, tetapi mungkin juga tidak, sesuatu yang kongkrit atau pun abstrak.
Para ahli sering kali menjelaskan perilaku individu ini dengan tiga pertanyaan
pokok, yaitu apa (what), bagaimana (how) dan mengapa (whay). Apa yang ingin dicapai
oleh individu atau apa tujuan individu, bagaimana cara mencapainya dan mengapa
individu melakukan kegiatan tersebut. Apa yang ingin dicapai atau tujuan
individu mungkin sama, tetapi bagaimana mencapai dan mengapa individu ingin
mencapainya mungkin berbeda. Cara atau kegiatan yang dilakukan individu mungkin
sama, tetapi tujuan dan factor-faktor pendorongnya mungkin berbada. Demikian
juga hal-hal yang mendorong perbuatan individu mungkin sama tetapi tujuan dan
cara individu mencapainya bisa berbeda. Bagaimanapun variasinya tetapi ketiga
komponen perilaku individu tersebut selalu ada dan merupakan satu kesatuan.
Kekuatan yang menjadi
pendorong kegiatan individu disebut motivasi, yang menujukkan suatu kondisi
dalam diri individu yang mendorong ataupu menggerakan individu tersebut
melakukan kegiatan mencapai sesuatu tujuan.[14]
J.
MOTIVASI
INTRINSIK DAN EKSTRINSIK
Klasifikasi Maslow pentig
bagi guru kelas, tetapi hal itu tidak dapat menunjukan strategi yang mana yang
paling optimal untuk memenuhi kebutuhan manusia. Lagi pula klasifikasi itu
tudak menyatakan bahwa sesungguhnya ada perbedaan yang penting antar tiga
kebutuhan yang pertama dari Maslow dengan kebutuhan dari ke dua tingkat yang lebuh untuk penghargaan
dan aktualisasi diri. Dalam uraian ini perlu rasanya di adakan pengelompokkan
atas dua jenis motif, berdasarkan strategi yang digunakan untuk mencapainya.
1.
Motivasi
Intrinsik, mengacu pada factor-faktor dari dalam, tersirat baik dalam tugas itu
sendiri maupun pada diri siswa. Kebanyakan teori pendidikan modern mengambil
motivasi intrinsic sebagai pendorong bagi aktivitas dalam pengajaran dan dalam
pemecahan soal. Ini tidak mengherankan, karena keinginan untuk menambah
pengetahuan dan untuk melacak merupakan factor intrinsic pada semua orang.
2.
Motivasi
Ekstrinsik, mengacu kepada factor-faktor dari luar, dan diterapkan pada tugas
atau pada siswa oleh guru atau orang lain.Motivasi ekstrinsik biasa berupa
penghargaan, pujian, hukuman atau celaan.[15]
K.
PENDEKATAN
TEORETIS TERHADAP MOTIVASI
Istilah “motivasi” baru
digunakan sejak awal abad kedua puluh. Selama beratus-ratus tahun, pandangan
utama para pakar filsafat dan teologi ialah bahwa manusia adalah makhluk
rasional dengan intelek yang memilih tujuan dan menentukan sederetan secara
bebas. Nalarlah yang menentukan apa yang dilakukan manusia; dan konsep motivasi
tidaklah perlu. Manusia bebas untuk memilih, dan pilihan ada yang baik atau
buruk,tergantung pada inteligensi dan pendidikan individu itu. Diasumsikan
bahwa pilihan yang baik, kalau diketahui akan dipilih secara otomatis. Menurut
konsepsi yang disebut rasionalisme
ini, seseorang bertanggungjawab atas perilakunya sendiri.
Para pakar filsafat tidak
meninggalkann konsep rasionalisme itu sampai abad ketujuh belas dan delapan
belas. Pada saat itu, beberapa pakar filsafat
menganut pandangan mekanistik tentang
perilaku dan berpendapat bahwa perbuatan timbul dari kekuatan internal atau
eksternal, di luar kontrol manusia itu sendiri.[16]
L.
TEORI
MOTIVASI
1.
Teori psikoanalisis
Psikoanalisis, di samping merupakan metode untuk menangani gangguan mental,
juga merupakan teori tentang motivasi manusia. Teori psikoanalisis berawal dari
terbitnya buku Frued interpretation of
Dreams (1900) dan kemudian berkembang secara bertahap. Paparan lengkap
tentang teori psikoanalisis membutuhkan pembahasan panjang lebar mengenai perubahan-perubahannya. Namun,
saat ini cukup bagi kita untuk membahas teori tersebut secara garis besar.
Dorongan Naluriah Frued yakin bahwa semua perilaku berasal dari dua kelompok
naluri yang bertentangan : naluri kehidupan,
yang meningkatkan hidup dan pertumbuhan seseorang, dan naluri kematian, yang mendorong individu kearah kehancuran. Energy
naluri kehidupan adalah libido, yang
terutama berkisar di antara kegiatan
seksual. Naluri kematian dapat diarahkan
ke dalam diri, dalam bentuk bunuh diri atau perilaku merusak diri yang
lain, atau ke luar diri, dalam bentuk agresi terhadap orang lain. Oleh sebab
itu, Frued yakin bahwa seks dan agresi merupakan dua motif dasar perilaku
manusia. Dia bukannya tidak menyadari makna penting kebutuhan fisiologis atau
pengaruh rasa takut terhadap perilaku ; tetapi factor-faktor ini memainkan
peranan yang sangat kecil dalam teorinya.
Menurut Frued, pertanda
perilku seksual dan agresif telah ada sejak dini dalam kehidupan seorang anak. Seks diekspresikan dalam kenikmatan yang timbul dari stimulasi
bagian tubuh yang peka ; agresi diekspresikan dengan mengigit dan memukul. Bila
orang tua menganggap tabu seks dan agresi, ekspresi bebas kedua motif ini akan direpres ; bila tidak diekspresikan
secara sadar, kedua motif ini akan tetap aktif sebagai motif tak sadar. Biasanya seks lebih banyak direpres dibandingkan
agresi, tetapi ekspresi salah satu motif tersebut akan menimbulkan kecemasan
dalam diri anak karena sikap negative orang tua. Motif tak sadar diekspresikan
dalam bentuk tersamar. Konsep motivasi
tak sadar merupakan salah satu dasar teori psikoanalisis.
Perilaku Yang Dapat Mengungkapkan Adanya Motif Tak Sadar. Meskipun para penulis dan para pakar
filsafat telah lama mengakui adanya kendali tak sadar terhadap tingkah laku
manusia, Frued merupakan orang pertama yang menaruh perhatian terhadap peranan
penting motif tak sadar dalam perilaku manusia. Dia menetapkan beberapa bentuk
perilaku yang dapat mengekspresikan motif tak sadar :
1.
Dalam
mimpi, kita sering mengekspresikan implus dan keinginan tak sadar.
2.
Kesalahan
pengucapan dan kelakuan tak sadar yang dapat “membuka rahasia”dan mengungkapkan
motif yang tersembunyi.
3.
Gejala
penyakit (terutama gejala sakit mental) sering kali muncul untuk memenuhi
kebutuhan tak sadar.
Sebagian besar pakar
psikologi mengajukan beberapa keberatan terhadap teori motivasi tak sadar
Frued. Mereka setuju bahwa motif tak sadar (atau paling tidak motif yang tidak
jelas bagi seseorang) itu ada, tetapi mereka lebih cenderung memandangnya dari
sudut derajat kesadaran. Orang bisa
secara samar-samar menyadari, sebagai contoh, kebutuhannya untuk mendominasi
orang lain tetapi tidak menyadari seberapa jauh kebutuhan ini mempengaruhi
perilakunya.[17]
2.
Teori Belajar Sosial
Teori belajar social
menekankan interaksi antara perilaku dan lingkungan, yang memusatkan diri pada
pola perilaku yang dikembangkan individu
untuk menguasai lingkungan dan bukan pada dorongan naluriah. Kita tidak
didorong oleh kekuatnan internal, dan tidak bereaksi pasif terhadap stimulasi
eksternal. Jenis perilaku yang kita tunjukkan ikut menentukan ganjaran atau
hukuman yang akan kita terima, dan pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi
periliku kita.
Pola perilaku dapat
diperoleh melalui pengalaman langsung atau melalui pengamatan terhadap respons
orang lain. Beberapa respons memberikan hasil yang menyenangkan, dan respons yang lain memberikan hasil yang tidak
menyenangkan. Melalui proses pembedaan
penguat ini, orang memilih pola
perilaku yang memberikan hasil yang menyenangkan dan menolak pola perilaku yang lain.
Pakar teori belajar
social berbeda dengan pakar behaviorisme murni dalam hal mereka menekankan
makna penting proses kognitif. Karena kita dapat berpikir dan menggambarkan
situasu secara simbolik, kita mampu meperkirakan kemungkinan akibat tindakan
kita dan kemudian mengubah perilaku kita. Tindakan kita sangat dipengaruhi oleh
akibat yang diantisipasi.
Belajar Dari Orang Lain. Teori belajar social juga menekankan makna penting belajar dari orang lain, atau belajar
melalui observasi. Beberapa pola perilaku dipelajari melalui pengamatan
terhadap perilaku orang lain dan observasi tehadap akibat yang ditimbulkannya.
Emosi juga dapat dipelajari dari orang lain melalui pengamatan terhadap respons emosional orang lain ketika
mereka mengalami pengalaman yang menyakitkan atau menyenangkan. Para pakar
teori belajar social menekankan peranan
model dalam menularkan perilaku tertentu maupun respons emosional. Dan
mereka memusatkan sebagian besar penelitiannya pada usaha untuk mengetahui
bagaimana perilaku model ditularkan-tipe model apa yang paling efektif dan
faktor-faktor apa yang menentukan apakah perilaku model yang dipelajari akan
benar-benar ditampilkan atau tidak.
Pengaturan Diri. Penekanan lain dari teori belajar social adalah makna
penting proses penguatan diri. Suatu perilaku tertentu menimbulkan akibat
eksternal, tetapi juga menimbulkan reaksi evauasi diri. Orang menentukan
standar tingkah laku atau penampilannya sendiri, dan menanggapi perilaku mereka
dengan cara berpuas diri atau kritik diri, tergantung pada bagaimana kaitan
perilaku tersebut dengan standar mereka. Jadi, penguatan bisa bersifat
eksternal atau internal (evaluasi diri). Kadang-kadang kedua sumber penguatan
ini saling mendukung, dan kadang-kadang saling bertentangan. Orang bisa
memperoleh ganjaran social atau financial untuk perilaku yang tidak sesuai
dengan standar dirinya. Memang, celaan diri merupakan pengaruh penting dalam
memotivasi orang untuk mematuhi standar perilaku yang telah diterima, guna
menghadapi pengaruh yang bertentangan.Para pakar teori belajar social aktif
mengembangkan prosedur yang memungkinkan orang untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri melalu penguatan diri atau
penghukuman diri.[18]
3.
Teori Kognitif
Manusia adalah makhluk
rasional, demikianlah pandangan dasar para penganut teori ini. Berdasarkan
rasionya manusia bebas memilih dan menentukan apa yang akan dia perbuat, entah
baik ataupun buruk. Tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh kemampuan
berpikirnya. Makin inteligen dan berpendidikan, otomatis seseorang akan semakin
baik perbuatan-perbuatannya, dan seacara sadar pula melakukan
perbuatan-perbuatan untuk memenuhi keinginan/kebutuhan tersebut.
Menurut teori ini tingkah
laku tidak digerakkan oleh apa yang disebut motivasi, melainkan oleh rasio.
Setiap perbuatan yang akan dilakukannya sudah dipikirkan alasan-alasanya. Oleh
karena itu setiap orang sungguh- sungguh bertaggungjawab atas segala
perbuatannya. Di sisni tidak dikenal perbuatan-perbuatan yang berada di luar
control rasio.[19]
M.
KETERAMPILAN
MEMBERI PENGUATAN
Yang dimaksud dengan
pemberian penguatan di sini adalah suatu
respon positif dari guru kepada anak yang telah melakukan suatu perbuatan yang
baik.[20] Pemberian penguatan ini
di lakukan oleh guru dengan tujuan :
a)
Meningkatkan
perhatian siswa
b)
Melancarkan
atau memudahkan proses belajar
c)
Membangkitkan
dan mempertahankan motivasi
d)
Mengontrol
atau mengubah sikap yang mengganggu kearah tringkah laku belajar yang produktif
e)
Mengembangkan
dan mengatur diri sendiri dalam belajar ;
f)
Mengarahkan
kepada cara berfikir yang baik/difergen dan inisiatif pribadi.[21]
Dalam proses belajar
mengajar, penghargaan atau pujian terhadap perbutan yang baik dari siswa
merupakan hal yang sangat diperlukan, sehingga dengan penghargaan atau pujian
itu diharapkan siswa akan terus berusaha berbuat yang lebih baik. Misalnya guru
yang tersenyum atau mengucapkan kata-kata bagus kepada siswa yang dapat
mengerjakan pekerjaan rumah yang baik akan besar pengaruhnya terhadap siswa.
Siswa tersebut akan merasa puas dan merasa diterima atas hasil yang telah
dicapai, dan siswa lain diharapkan akan berbuat seperti itu.
Walaupu pemberian
pengutan sangat mudah pelaksanannya, namun kadang-kadang banyak di antara guru
yang tidak melakukan pemberian penguatan kepada muridnya yang melakukan sesuatu
yang baik. Kebanyakan mereka hanya mencela dan menunjukkan sikap yang negatif
kepada siswa yang berbuat tidak baik atau siswa yang tidak dapat melakukan
tugas dengan baik. Bahkan sering terjadi guru marah-marah apabila pertanyaan
yang diberikan tidak ada yang menjawab dengan benar, dan bahkan ada yang
mengatakan kepada murid-muridnya “ kamu bodoh semua seperti……” Pernyataan
seperti tersebut seharusnya tidak perlu di ucapkan apabila guru benar-benar
melaksanakan proses belajar mengajar, guru harus menyadari bahwa kesalahan ada
pada dirinya, yang mana pengajaran harus berpusat pada proses belajar anak.
Mungkin penjelasan yang diberikan kepada anak tidak menarik perhatian anak
sehingga siswa enggan untuk menjawab pertanyaan guru, atau juga mungkin guru
kurang dapat memotivasi anak untuk secara aktif belajar.[22]
BAB III
KESIMPULAN
Untuk menilai efektivitas guru dalam
mengajar dapat diminta pendapat pemilik sekolah, kepala sekolah, dan juga
murid. Dapatkah penilaian oleh murid dipercaya? Apakah guru yang disukai murid
juga guru yang pandai mengajar dan pandai menyampaikan pengetahuan, sikap serta
keterampilan kepada murid?
Dalam suatu penelitian tenyata bahwa
pertambahan pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya dengan taraf
disukainya guru itu oleh murid. Jadi guru yang disukai, yang ramah, yang suka
bergaul dengan murid dalam kegitan rekreasi, yang sering dimintai nasehatnya
mengenai soal-soal pribadi, ternyata bukan guru yang efektif dalam menyampaikan
ilmu. Walaupun dalam penelitian ini belum dapat dipercaya sepenuhnya, namun
dapat memberi petunjuk bahwa guru yang disenangi dan dianggap guru yang baik
tidak sebaik guru yang otoriter dalam menambah pengetahuan murid dan
menyelesaikan bahan yang ditentukan kurikulum.
Belajar adalah kegiatan positif bagi setiap
oarang, pada saat ini minat belajar siswa sangatlah minim padahal belajar
adalah cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, itu semua dikarenakan kurangnya
peran positif guru terhadap proses belajar mengajar siswa dalam meninkatkan
keinginan atau minat siswa dalam
belajar. Mungkin dengan adanya dorongan motivasi atau penguatan serta respon
positif terhadap siswa maka akan melncarkan atau memudahkan proses belajar dan
membangkitkan/mempertahankan motivasi.
Daftar
Pustaka
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bumi Aksara, Jakarta : 2011)
Hasibuan & Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (PT.Remaja
Rosdakarya, Bandung : 2008)
Soetomo, Dasar-dasar interaksi belajar mengajar, (Usaha Nasional, Surabaya :
1993),
Martin Handoko, Motivasi Daya
Penggerak Tingkah Laku, (Kenisius, Yogyakarta : 1994)
Rita L. Atkinson, Richard C.
Atkinson, & Ernest R. Hilgard,editor : Agus Dharma, bahasa : Nurdjannah
Taufiq, Pengantar Psikologi,
(Erlangga, Jakarta : 1983)
Rita L. Atkinson, Richard C.
Atkinson, & Ernest R. Hilgard,editor : Agus Dharma, bahasa : Nurdjannah
Taufiq, Pengantar Psikologi,
(Erlangga, Jakarta : 1983)
Ivor K Davies, Pengelolaan Belajar, (Rajawali Pers, Jakarta : 1991)
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan,
(PT.Remaja Rosdakarya : 2007),
Buchari Alma, Kewirausahaan, (Alfabeta, Bandung : 2009)
Sukadi, Guru Powerful Guru Masa
Depan, (Kolbu, Bandung : 2006)
Nasution, Sosiologi pendidikan, (Bumi Aksara, Jakarta : 2009)
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru professional, (PT. Remaja Rosdakarya, Bandung : 2010)
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru professional, (PT. Remaja Rosdakarya, Bandung : 2010)
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (PT.Remaja Rosdakarya,
Bandung : 2007)
Witherington terjemahan M. Buchori, Psikologi Pendidikan, (Rineka Cipta,
Jakarta : 1991)
Adi gunawan, Kamus cerdas Bahasa Indonesia, (Kartika, Surabaya : 2003 )
Sukadi, Guru Powerful Guru Masa Depan, (Kolbu, Bandung
: 2006)
[1]
Oemar Hamalik, Kurikulum dan
Pembelajaran, (Bumi Aksara, Jakarta : 2011), hal.36
[2]
Muhibbin Syah, Psioklogi Belajar, (PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2004), hal.144-155
[3]
Ibid,hal.52
[4]
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru, (PT.Remaja Rosdakarya, Bandung : 2007), hal.180-181
[5]
Witherington terjemahan M. Buchori,
Psikologi Pendidikan, (Rineka Cipta, Jakarta : 1991), hal.85
[6]
Adi gunawan, Kamus cerdas Bahasa
Indonesia, (Kartika, Surabaya : 2003 ),hal.157
[7]
Sukadi, Guru Powerful Guru Masa Depan, (Kolbu, Bandung : 2006), hal.8
[8]
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan
Psikologi Proses Pendidikan, (PT.Remaja Rosdakarya, Bandung : 2007),
hal.251
[9]
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru
professional, (PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung : 2010), hal.6-7
[10]
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru
professional, (PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung : 2010), hal.9-11
[11]
Nasution, Sosiologi pendidikan, (Bumi
Aksara, Jakarta : 2009),hal.95-96
[12]
Sukadi, Guru Powerful Guru Masa Depan, (Kolbu, Bandung : 2006),
hal.22-24
[13]
Buchari Alma, Kewirausahaan, (Alfabeta,
Bandung : 2009), hal.89
[14]
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan
Psikologi Proses Pendidikan, (PT.Remaja Rosdakarya : 2007), hal.60-61
[15]
Ivor K Davies, Pengelolaan Belajar,
(Rajawali Pers, Jakarta : 1991), hal.215-216
[16]
Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, & Ernest R. Hilgard,editor : Agus
Dharma, bahasa : Nurdjannah Taufiq, Pengantar
Psikologi, (Erlangga, Jakarta : 1983), hal.6
[17]
Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, & Ernest R. Hilgard,editor : Agus
Dharma, bahasa : Nurdjannah Taufiq, Pengantar
Psikologi, (Erlangga, Jakarta : 1983), hal.55-56
[18]
Ibid,hal.56-58
[19]
Martin Handoko, Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku, (Kenisius,
Yogyakarta : 1994), hal.10
[20]
Soetomo, Dasar-dasar interaksi belajar
mengajar, (Usaha Nasional, Surabaya : 1993), hal.95
[21]
Hasibuan & Moedjiono, Proses Belajar
Mengajar, (PT.Remaja Rosdakarya, Bandung : 2008), hal.58
[22]Ibid,
hal.95-96
thanks, konten blognya sangat bagus. insyaalah bermanfaat. again thank you
BalasHapusBang_boleh dicopy kan??
BalasHapus