Kamis, 21 Agustus 2014

Puisi cinta

BIDADARI TANPA SAYAP
Puisi Siti Halimah

Kelembutan hatinya membuatku terpana. . .
Melihat kehindahan Rembulan,
Sama seperti melihat keindahan wajahnya.

Sungguh kuat dia menghadapi ini semua. . .
Menghadapi keaadaannya yg begitu nyata.
Merasakan penderitaannya sendirian.
Dan mengukur penderitaan diatas mimpi . . .

Walau dia hanya Bidadari tanpa sayap,
Tapi kelembutan hatinyalah yang membuatku merasa seperti.....
Berada di atas awan.
DIRIMU YANG SATU
Puisi Dwi Melindawati

Andai kau tahu
Apa isi hatiku ini ?
Apa yang ku rasakan saat ini ?

Jika kau bisa merasakan
Ku mohon... balas rasa ini !
Ku mohon ungkapkan rasa yang ada di hati mu !

Andai kau  tahu...
Hanya dirimulah yang ada di hati..
Hanya nama mu yang terukir di jiwa ..
Hanya wajah mu yag ada di bayangan ku...

Dirimu yang satu ...
Telah menebar cinta di hatiku
Telah membagi rasa indah di hati
Walau hanya aku yang merasakan

Cinta itu timbul ...
Saat ku lihat dirimu
Dan tiba-tiba saja rasa itu timbul
Di hati ku.......karna hanya dirimu di hati ...
MELUKIS CINTA
Puisi Metana Azka
Dapatkah aku melukis cinta untukmu?
Mengguratkan sejuta warna
yang bisa membuatmu indah..
Dapatkah aku melukis cinta untukmu?
Seperti notasi mimpi kupu-kupu
bersayap biru,
Terbang bersama menuju negeri pelangi..
Dapatkah aku melukis cinta untukmu?
Mengisyaratkan lelahku di jalan resah!
(Jogja, 2008)
SELEMBAR PUISI UNTUK KEKASIH
Puisi Triana

Terpaku dalam kegundahan hati
Terasa tak dapat ku lawan dengan jari-jari
Tiada lagi tempat hari yang terasa ada
Hanya lelah
Lelah yang ku rasa……………

Andaikan waktu itu tak terjadi
Mungkin hatiku takan remuk seperti ini
Langkahku terhenti dalam kelamnya malam
Mataku terhalang jurang yang dalam
Pendengaranku sayup-sayup tak menentu
Hatiku terombang ambing dalam ombak kemarahan
Ragaku tak berkuasa untuk berfungsi
Mungkin tiada lagi yang dapat terjadi saat ini
Semangatku lemah hatiku susah
Teringat malam itu yang menyakitkan
Inikah kehidupan?

Kurasa semua bukan seperti ini
Mungkin masih ada titik terang
Yang akan menyinari kegelapan hati
Memberi pujian untuk diri sendiri
Meredamkan semua yang ada saat ini
Hingga aku dapat kembali ke kehidupan yang indah ini
AKU MOHON DENGAN SANGAT KEPADAMU
Oleh Siamsyu
Kembalilah wahai sayangku
Kembali padaku
Cintailah aku setulus hatimu
Karena aku tak bisa hidup tanpamu
Dan bila suatu saat nanti
Aku pergi
Bukan karena aku menyerah
Namun ku pergi karena waktu
Dan ruang yang memisahkan kita
Apabila itu terjadi
Maafkanlah bila aku
Tiada lagi disisimu
Karena kita terpisah ruang dan waktu
Bila saja waktu memihakku
Sejak dari awal sejal terakhir ku bertemu denganmu
Harusnya ku bilang sayang
Ku bilang cinta
Karena semua itu milikmu
Kemudian
Tetaplah jalani mimpimu
Meski saat itu nanti tak bersamaku
Karena bagiku
Bahagiamu damaikan hatiku. . .
RASA CINTAKU
Oleh Suci Novitasari

Kau tiba-tiba hadir dan isi hatiku yang kosong...
Hanya kau yang ada dipikiranku sekarang...
Aku tak tau bagaimana caramu mengisi hatiku...
Engkau sungguh membuatku tak mengerti...
Rasanya hatiku jadi tak menentu...
Untukku kau sangat berharga...
Lihatlah diriku ini yang berjuang untuk cintamu...

Aku sangat mencintaimu
Namun kau tak pernah sadari itu
Walau perih hati ini...
Aku disini kan selalu setia menantimu...
Rasakanlah cintaku ini begitu besar untukmu...
TERINGAT DIRIMU SELAMANYA
Oleh Eggady Peterson
Dalam luang waktu ku coba lupakan
Sejenak memendam kisah lama yang silam
Melihat pelangi yang kini t'lah kelam
Gelap gulita dan sunyi mencekam
Nampak hadirmu dalam ingatan
Terlihat jelas tapi menyakitkan
Walau terasa kau ku dambakan
Membuat aku dalam kesepian
Meski kau ku cinta tapi tak sebaliknya
Kau yang ku puja takkan terlupa
Seringkali kau nampak senangkan
Dan tak jarang kau juga menyakitkan
Kerinduan ini membuatku gila
Kehilangan dirimu sebuah luka
Berangan aku tuk selamanya
Hingga mati pun slalu bersama
Dan mungkin seandainya nanti
Mentari tak bersinar lagi
Kau tetap dan s'lalu disisi
Menemaniku dalam indahnya surgawi
Setelah membaca artikel Puisi Cinta di atas semoga anda menjadi pribadi yang lebih menghargai sesama. Karena Tuhan menciptakan kita dengan segala kelebihan tak lain dan tak bukan adalah untuk saling menyayangi dan mengasihi. Share dan Like untuk semakin menyebarkan manfaat ke sesama makhluk.
 
http://www.lokerpuisi.web.id/2014/07/puisi-cinta.html

Cara Menghormati Ilmu dan Guru

  • Tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya bila tidak mau menghormati ilmu dan gurunya.
  • Cara menghormati guru antara lain: tidak berjalan di depan gurunya, tidak duduk di tempat yang diduduki gurunya, bila dihadapan gurunya tidak memulai pembicaraan kecuali ada izinnya.
  • Janganlah terlalu banyak bicara di hadapan guru, tidak menanyainya dalam keadaan yang lelah atau bosan, perhatikan waktunya, tidak mengganggunya di rumahnya.
  • Intinya santri haruslah mencari keridhoaan dari gurunya.
  • Jangan menyakiti hati guru karena itu menyebabkan ilmu tidak dapat berkah.
  • Cara menghormati guru adalah dengan menghormati kitab atau buku.
  • Jangan memegang buku kecuali dalam keadaan suci.
  • Ilmu itu adalah cahaya, sedangkan wudhu juga cahaya. Cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali dengan berwudhu.
  • Menghormati buku juga dengan cara: tidak meletakkan buku di dekat kakinya ketika bersila, meletakkan buku buku tafsir di atas buku-buku lain juga tidak meletakkan apa pun di atas buku.
  • Kecuali kalau ia tidak berniat meremehkan. Tapi alangkah lebih baiknya bila tidak melakukannya.
  • Perbaguslah tulisan di dalam buku. Jangan terlalu kecil sehingga sulit dibaca.
  • Sebaiknya tidak menggunakan tinta warna merah dalam menulis, karena itu kebiasaan filosof dan bukan kebiasaan ulama salaf.
  • Cara lain dalam menghormati ilmu adalah dengan menghormati teman belajar terutama orang yang mengajarnya.
  • Hendaknya tetap mendengarkan ilmu dan hikmah dengan hormat sekalipun ia telah berkali kali mendengarnya.
  • Sebaiknya santri tidak sembarangan memilih ilmu, tapi diserahkan kepada gurunya. Karena gurunya biasanya lebih tahu dengan yang terbaik bagi santrinya tersebut.
  • Janganlah terlalu dekat duduk dengan gurunya.
  • Santri harus meninggalkan akhlak yang tercela. Karena akhlak yang tercela diumpamakan binatang anjing yang samar.
  • Ilmu adalah musuh bagi orang orang yang congkak.
  • Kemuliaan itu datang bukan karena usaha, tapi dari pemberian karunia Allah.
     
    http://goooo.blogdetik.com/2011/03/17/cara-menghormati-ilmu-dan-guru/

Makna dan Konsekuensi Dua Kalimat Syahadat

Asyhadu alla ilaaha illallah artinya aku bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah. Dalam syahadat ini terdapat penafian (penolakan) sesembahan selain Allah dan penetapan bahwa sesembahan yang benar hanya Allah. Adalah sebuah kenyataan bahwasanya di dunia ini terdapat banyak sesembahan selain Allah. Ada orang yang menyembah kuburan, pohon, batu, jin, wali, dan lain-lain. Akan tetapi semua sesembahan tersebut tidak berhak untuk disembah, yang berhak disembah hanya Allah.
Allah berfirman (yang artinya): “Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya Allah Dialah (tuhan) yang haq dan Sesungguhnya segala sesuatu yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil. Dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Al Hajj: 62). Allah juga berfirman (yang artinya): “Maka barangsiapa yang ingkar kepada sesembahan selain Allah dan beriman pada Allah, sungguh dia telah berpegang pada tali yang sangat kuat.” (QS. Al Baqarah:256)
Makna syahadat la ilaha illallah adalah meyakini bahwa tidak ada yang berhak mendapatkan ibadah kecuali Allah, konsisten dengan pengakuan itu dan mengamalkannya. La ilaha menolak keberhakan untuk diibadahi pada diri selain Allah, siapapun orangnya. Sedangkan illallah merupakan penetapan bahwa yang berhak diibadahi hanyalah Allah. Sehingga makna kalimat ini adalah la ma’buda haqqun illallah atau tidak ada sesembahan yang benar selain Allah. Sehingga keliru apabila la ilaha illallah diartikan tidak ada sesembahan/tuhan selain Allah, karena ada yang kurang. Harus disertakan kata ‘yang benar’ Karena pada kenyataannya sesembahan selain Allah itu banyak. Dan kalau pemaknaan ‘tidak ada sesembahan selain Allah’ itu dibenarkan maka itu artinya semua peribadahan orang kepada apapun disebut beribadah kepada Allah, dan tentu saja ini adalah kebatilan yang sangat jelas.
Kalimat syahadat ini telah mengalami penyimpangan penafsiran di antaranya adalah :
Pemaknaan la ilaha illalah dengan ‘la ma’buda illallah’ tidak ada sesembahan selain Allah, hal ini jelas salahnya karena yang disembah oleh orang tidak hanya Allah namun beraneka ragam
Pemaknaan la ilaha illallah dengan ‘la khaliqa illallah’ tidak ada pencipta selain Allah. Makna ini hanya bagian kecil dari kandungan la ilaha illallah dan bukan maksud utamanya. Sebab makna ini hanya menetapkan tauhid rububiyah dan itu belumlah cukup.
Pemaknaan la ilaha illallah dengan ‘la hakimiyata illallah’ tidak ada hukum kecuali hukum Allah, maka inipun hanya sebagian kecil maknanya bukan tujuan utama dan tidak mencukupi.
Sehingga penafsiran-penafsiran di atas adalah keliru. Hal ini perlu diingatkan karena kekeliruan semacam ini telah tersebar melalui sebagian buku yang beredar di antara kaum muslimin. Sehingga penafsiran yang benar adalah sebagaimana yang sudah dijelaskan yaitu : ‘la ma’buda haqqun illallah’ tidak ada sesembahan yang benar selain Allah.
Makna Asyahadu Anna Muhammadar Rasulullah

Sedangkan makna syahadat anna Muhammadar rasulullah adalah mengakui secara lahir dan batin bahwa beliau adalah hamba dan utusan-Nya yang ditujukan kepada segenap umat manusia dan harus disertai sikap tunduk melaksanakan syari’at beliau yaitu dengan membenarkan sabdanya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya dan beribadah kepada Allah hanya dengan tuntunannya.
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah artinya aku bersaksi bahwasanya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Rasul Allah. Rasul adalah seseorang yang diberi wahyu oleh Allah berupa syari’at dan ia diperintahkan untuk mendakwahkan syari’at tersebut (Syarah Arba’in an Nawawiyah, Syaikh Al ‘Utsaimin). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya! Tidaklah mendengar kenabianku salah seorang dari umat ini, baik itu Yahudi atau pun Nasrani, lalu ia meninggal sementara ia tidak beriman dengan apa yang aku bawa, kecuali ia akan termasuk penduduk neraka” (HR. Muslim)
Perlu diingat, selain beliau adalah seorang Rasul Allah, beliau juga berstatus sebagai Hamba Allah. Di satu sisi kita harus mencintai dan mengagungkan beliau sebagai seorang Rasul, di sisi lain kita tidak boleh mengagungkan beliau secara berlebihan. Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku hanyalah hamba, maka sebutlah: hamba Allah dan Rasul-Nya.”
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam tidak boleh kita anggap memiliki sifat-sifat yang berlebihan, atau memiliki sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh Allah, semisal: menganggap beliau mengetahui perkara yang ghaib, mampu mengabulkan do’a, mampu menghilangkan kesulitan kita, dan lain-lain.
Makna Muhammad Rasulullah
Rukun dan Syarat Syahadat

La ilaha illallah terdiri dari dua rukun : nafi/penolakan, yaitu yang terkandung di dalam la ilaha dan itsbat/penetapan, yaitu yang terkandung dalam illallah. Maka dengan la ilaha dihapuslah segala bentuk kesyirikan dan mengharuskan mengingkari segala sesembahan selain Allah.orang yang bersyahadat harus mengerti bahwa tidak ada illah yang berhak di sembah melainkan Allah. Sedangkan dengan illallah maka ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah dan harus tunduk melaksanakannya. Ayat-ayat yang mengungkapkan dua rukun ini banyak, di antaranya adalah firman Allah tentang ucapan Nabi Ibrahim, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari semua sesembahan kalian, selain (Allah) yang telah menciptakan diriku.” (QS. az-Zukhruf : 26).
Sedangkan rukun syahadat anna Muhammad rasulullah ada dua yaitu ; pernyataan bahwa beliau adalah hamba Allah dan sebagai rasul-Nya. Beliau adalah hamba, maka tidak boleh diibadahi dan diperlakukan secara berlebihan. Dan beliau adalah rasul maka tidak boleh didustakan ataupun diremehkan. Beliau membawa berita gembira dan peringatan bagi seluruh umat manusia.
Syarat-syarat la ilaha illallah adalah :

v Mengetahui maknanya, lawan dari bodoh
v Meyakininya, lawan dari ragu-ragu
v Menerimanya, lawan dari menolak
v Tunduk kepadanya, lawan dari membangkang
v Ikhlas dalam beribadah, lawan dari syirik
v Jujur dalam mengucapkannya, lawan dari dusta
v Mencintai isinya dan tidak membencinya
Syarat-syarat Anna Muhammadar rasulullah adalah :

v Mengakui risalahnya secara lahir dan batin
v Mengucapkan dan mengakuinya dengan lisan
v Mengikutinya, yaitu dengan mengamalkan kebenaran yang beliau bawa dan meninggalkan kebatilan yang beliau larang
v Membenarkan beritanya, baik yang terkait dengan perkara gaib di masa silam atau masa depan
v Mencintai beliau lebih dalam daripada kecintaan terhadap diri sendiri, harta, anak, orang tua dan seluruh umat manusia
v Menjunjung tinggi sabdanya di atas semua ucapan manusia dan mengamalkan sunah/tuntunannya
Konsekuensi Syahadatain

Ketahuilah, jika seseorang telah bersaksi dengan dua kalimat syahadat, ada hak dan kewajiban yang harus ia lakukan. Diantara hak yang didapatkannya adalah haramnya darah dan hartanya. Maksudnya, seseorang yang telah bersaksi dengan dua kalimat syahadat tidak boleh untuk diperangi, ditumpahkan darahnya, dan dirampas hartanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia, sampai mereka mau bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, dan mendirikan sholat, serta menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukan hal tersebut, mereka telah menjaga darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak islam. Adapun hisab mereka adalah urusan Allah Ta’ala” (HR. Bukhori dan Muslim)

Adapun kewajiban yang harus dilakukan adalah :

1. Kewajiban setelah bersaksi Asyahadu alla ilaaha illallah
Konsekuensi syahadat la ilaha illallah juga meninggalkan segala bentuk peribadahan dan ketergantungan hati kepada selain Allah. Selain itu ia juga melahirkan sikap mencintai orang yang bertauhid dan membenci orang yang berbuat syirik. Sedangkan konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah menaati Nabi, membenarkan sabdanya, meninggalkan larangannya, beramal dengan sunnahnya dan meninggalkan bid’ah, serta mendahulukan ucapannya di atas ucapan siapapun. Selain itu, ia juga melahirkan sikap mencintai orang-orang yang taat dan setia dengan sunnahnya dan membenci orang-orang yang durhaka dan menciptakan perkara-perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada tuntunannya.
2. Kewajiban setelah bersaksi Asyahadu anna Muhammadar Rasulullah
Orang yang telah bersaksi Asyahadu anna Muhammadar Rasulullah maka konsekuensinya ia wajib membenarkan segala yang dikabarkan oleh Rasulullah tanpa meragukannya, melakukan apa yang Beliau perintahkan, menjauhi apa yang beliau larang, mendahulukan dan menghormati sabda beliau di atas perkataan selainnya, beribadah kepada Allah sesuai tuntunannya, tidak menambah-nambah ajarannya, serta melahirkan sikap cinta terhadap orang yang taat dengan sunnah beliau dan benci terhadap orang yang mengingkari sunnah beliau. Dan termasuk pula meyakini beliau sebagai penutup para Nabi dan Rasul, tidak ada lagi nabi setelah beliau.

http://shoutussalam.com/2011/11/makna-dan-konsekuensi-dua-kalimat-syahadat/

Makna Kalimat Syahadat

Kalimat laa ilaha illallah adalah kalimat yang sangat ringan diucapkan dengan lisan namun memiliki bobot yang sangat agung. Karena pada hakikatnya ia merupakan intisari ajaran Islam. Akan tetapi tentu saja kalimat ini bukan sekedar ucapan tanpa makna dan tanpa konsekuensi yang harus dijalankan (lihat Syarh Tafsir Kalimat at-Tauhid oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah, hal. 5)

Ada yang berkata kepada al-Hasan, “Sebagian orang mengatakan: Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah maka dia pasti masuk surga.”? Maka al-Hasan menjawab, “Barangsiapa yang mengucapkan laa ilaha illallah kemudian dia menunaikan konsekuensi dan kewajiban darinya maka dia pasti masuk surga.” (lihat Kitab at-Tauhid; Risalah Kalimat al-Ikhlas wa Tahqiq Ma’naha oleh Imam Ibnu Rajab rahimahullah, hal. 40)
Dikatakan kepada Wahb bin Munabbih rahimahullah, “Bukankah laa ilaha illallah adalah kunci surga?”. Beliau menjawab, “Benar. Akan tetapi tidaklah suatu kunci melainkan memiliki gerigi-gerigi. Apabila kamu datang dengan membawa kunci yang memiliki gerigi-gerigi itu maka dibukakanlah [surga] untukmu. Jika tidak, maka ia tidak akan dibukakan untukmu.” (lihat Kitab at-Tauhid; Risalah Kalimat al-Ikhlas wa Tahqiq Ma’naha, hal. 40)
Dalil al-Qur’an
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) -yang benar- selain Dia, dan [bersaksi pula] para malaikat serta orang-orang yang berilmu, demi tegaknya keadilan. Tiada ilah [yang benar] selain Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18)
Imam Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini mengandung penetapan hakikat tauhid dan bantahan bagi seluruh kelompok sesat. Ia mengandung persaksian yang paling mulia, paling agung, paling adil, dan paling jujur, yang berasal dari semulia-mulia saksi terhadap sesuatu perkara yang paling mulia untuk dipersaksikan.” (lihat Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 90 cet. al-Maktab al-Islami)
Makna persaksian ini adalah bahwa Allah telah mengabarkan, menerangkan, memberitahukan, menetapkan, dan memutuskan bahwa segala sesuatu selain-Nya bukanlah ilah/sesembahan [yang benar] dan bahwasanya penuhanan segala sesuatu selain-Nya adalah kebatilan yang paling batil. Menetapkan hal itu [ilahiyah pada selain Allah] adalah kezaliman yang paling zalim. Dengan demikian, tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Dia, sebagaimana tidak layak sifat ilahiyah disematkan kepada selain-Nya. Konsekuensi hal ini adalah perintah untuk menjadikan Allah semata sebagai ilah dan larangan mengangkat selain-Nya sebagai sesembahan lain bersama-Nya (lihat at-Tafsir al-Qayyim, hal. 178 oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Yang demikian itu, karena Allah adalah [sesembahan] yang benar, adapun segala yang mereka seru selain Allah adalah batil. Dan sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Hajj: 62)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Adapun segala yang mereka seru selain Allah adalah batil; yaitu patung, tandingan, berhala, dan segala sesuatu yang disembah selain Allah maka itu adalah [sesembahan yang] batil; karena ia tidak menguasai kemanfaatan maupun madharat barang sedikit pun.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [5/449])
Dalil as-Sunnah
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau menuturkan bahwa tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu ke negeri Yaman, maka beliau berpesan kepadanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok orang dari kalangan Ahli Kitab, maka jadikanlah perkara pertama yang kamu serukan kepada mereka syahadat laa ilaha illallah.” Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman terdiri dari tujuh puluh sekian atau enam puluh sekian cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaha illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa bagian iman yang paling utama adalah tauhid yang hukumnya wajib ‘ain atas setiap orang, dan itulah perkara yang tidaklah dianggap sah/benar cabang-cabang iman yang lain kecuali setelah sahnya hal ini (tauhid).” (lihat Syarh Muslim [2/88])
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan, “Aqidah tauhid ini merupakan asas agama. Semua perintah dan larangan, segala bentuk ibadah dan ketaatan, semuanya harus dilandasi dengan aqidah tauhid. Tauhid inilah yang menjadi kandungan dari syahadat laa ilaha illallah wa anna Muhammadar rasulullah. Dua kalimat syahadat yang merupakan rukun Islam yang pertama. Maka, tidaklah sah suatu amal atau ibadah apapun, tidaklah ada orang yang bisa selamat dari neraka dan bisa masuk surga, kecuali apabila dia mewujudkan tauhid ini dan meluruskan aqidahnya.” (lihat Ia’nat al-Mustafid bi Syarh Kitab at-Tauhid [1/17] cet. Mu’assasah ar-Risalah)
Makna dan Konsekuensi Laa Ilaha Illallah
Syahadat laa ilaha illallah maknanya adalah seorang hamba mengakui dengan lisan dan hatinya bahwa tidak ada ma’bud [sesembahan] yang benar kecuali Allah ‘azza wa jalla. Karena ilah bermakna ma’luh [sesembahan], sedangkan kata ta’alluh bermakna ta’abbud [beribadah]. Di dalam kalimat ini terkandung penafian dan penetapan. Penafian terdapat pada ungkapan laa ilaha, sedangkan penetapan terdapat pada ungkapan illallah. Sehingga makna kalimat ini adalah pengakuan dengan lisan -setelah keimanan di dalam hati- bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah; dan konsekuensinya adalah memurnikan ibadah kepada Allah semata dan menolak segala bentuk ibadah kepada selain-Nya (lihat Fatawa Arkan al-Islam hal. 47 oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah)
Orang yang mengucapkan laa ilaha illallah harus melaksanakan konsekuensinya, yaitu beribadah kepada Allah, tidak berbuat syirik dan melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai amalan yang bisa memasukkan ke dalam surga. Maka beliau menjawab, “Kamu beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Kamu mendirikan sholat wajib, zakat yang telah difardhukan, dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
Kalimat laa ilaha illallah mengandung konsekuensi tidak mengangkat ilah/sesembahan selain Allah. Sementara ilah adalah Dzat yang ditaati dan tidak didurhakai, yang dilandasi dengan perasaan takut dan pengagungan kepada-Nya. Dzat yang menjadi tumpuan rasa cinta dan takut, tawakal, permohonan, dan doa. Dan ini semuanya tidak pantas dipersembahkan kecuali kepada Allah ‘azza wa jalla. Barangsiapa yang mempersekutukan makhluk dengan Allah dalam masalah-masalah ini -yang ia merupakan kekhususan ilahiyah- maka hal itu merusak keikhlasan dan kemurnian tauhidnya. Dan di dalam dirinya terdapat bentuk penghambaan kepada makhluk sesuai dengan kadar ketergantungan hati kepada selain-Nya. Dan ini semuanya termasuk cabang kemusyrikan (lihat Kitab at-Tauhid; Risalah Kalimat al-Ikhlas wa Tahqiq Ma’naha, hal. 49-50)
Dengan demikian, seorang yang telah mengucapkan laa ilaha illallah wajib mengingkari segala sesembahan selain-Nya. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah dan mengingkari segala yang disembah selain Allah, maka terjaga harta dan darahnya. Adapun hisabnya adalah urusan Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Muslim dari Thariq bin Asy-yam radhiyallahu’anhu)
Adapun orang yang mengucapkan laa ilaha illallah akan tetapi tidak mengingkari sesembahan selain Allah atau justru berdoa kepada para wali dan orang-orang salih [yang sudah mati] maka orang semacam itu tidak bermanfaat baginya ucapan laa ilaha illallah. Karena hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu saling menafsirkan satu sama lain. Tidak boleh hanya mengambil sebagian hadits dan meninggalkan sebagian yang lain (lihat Syarh Tafsir Kalimat at-Tauhid, hal. 12)
Tidak Cukup Di Lisan
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Syahadat dengan lisan saja tidak cukup. Buktinya adalah kaum munafik juga mempersaksikan keesaan Allah ‘azza wa jalla. Akan tetapi mereka hanya bersaksi dengan lisan mereka. Mereka mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka yakini di dalam hati mereka. Oleh sebab itu ucapan itu tidak bermanfaat bagi mereka…” (lihat Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, hal. 23 cet. Dar Tsurayya).
Kalimat laa ilaha illallah tidak cukup hanya diucapkan, tanpa ada keyakinan dan pelaksanaan terhadap kandungan dan konsekuensinya. Allah ta’ala berfirman tentang orang-orang munafik (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada di dalam kerak paling bawah dari neraka Jahannam, dan kamu tidak akan mendapati penolong bagi mereka.” (QS. An-Nisaa': 145)
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Apabila datang kepadamu orang-orang munafik seraya mengatakan: Kami bersaksi bahwa engkau benar-benar utusan Allah. Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar utusan-Nya. Dan Allah bersaksi bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.” (QS. Al-Munafiqun: 1)
Seorang yang mengucapkan laa ilaha illallah harus melandasi syahadatnya dengan keikhlasan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah karena [ikhlas] mencari wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Itban bin Malik radhiyallahu’anhu)
Seorang yang mengucapkan laa ilaha illallah pun harus melandasi syahadatnya dengan keyakinan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Allah dan bahwsanya aku -Muhammad- adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba bertemu dengan Allah dengan membawa dua persaksian ini tanpa keragu-raguan lalu dihalangi masuk surga.” (HR. Muslim)
Oleh sebab itu para ulama menerangkan bahwa untuk mewujudkan laa ilaha illallah di dalam kehidupan kita, harus terpenuhi hal-hal sebagai berikut:
  • Mengucapkannya
  • Mengetahui maknanya
  • Meyakini kandungannya
  • Mengamalkan kandungan dan konsekuensinya; yaitu beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan sesembahan selain-Nya
  • Membela orang yang menegakkan tauhid dan memusuhi orang-orang yang menyimpang dan menentangnya (lihat Syarh Tafsir Kalimat at-Tauhid, hal. 11 dan 16)
Siapa pun yang melakukan perkara yang membatalkan keislaman maka sesungguhnya dia telah membatalkan syahadatnya. Karena syahadat ini hanya akan berguna baginya apabila dia beramal dengannya dan istiqomah di atasnya. Dia beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan segala sesembahan selain-Nya. Dia juga taat kepada perintah dan larangan Allah. Selain itu, dia tidak melakukan perkara yang membatalkan syahadatnya, baik berupa ucapan, perbuatan, atau keyakinan. Apabila seorang telah melakukan perkara yang membatalkan syahadatnya, maka tidak ada artinya ucapan syahadat itu meskipun dia ucapkan seribu kali, bahkan walaupun dia menunaikan sholat, puasa, zakat dan haji (lihat Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah karya Syaikh Bin Baz rahimahullah [4/20] yang disusun oleh Dr. Muhammad bin Sa’ad asy-Syuwai’ir)
Siapa saja yang meninggalkan kewajiban atau melakukan hal-hal yang diharamkan maka dia harus siap menanggung resiko hukuman dari Allah, meskipun dia telah mengucapkan kalimat tauhid dan meyakini kandungannya. Dan apabila dia melakukan suatu perkara yang membatalkan keislamannya maka dia berubah status menjadi murtad dan kafir, sehingga ucapan syahadat itu tidak lagi bermanfaat baginya. Oleh sebab itu kalimat tauhid ini harus direalisasikan di dalam kenyataan dan dijalankan konsekuensinya. Kalau tidak demikian maka orang tersebut berada dalam ancaman bahaya yang sangat besar jika tidak bertaubat dari kesalahannya, meskipun dia adalah pemilik tauhid. Allahul musta’aan (lihat Syarh Kitab at-Tauhid oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, hal. 26)
Jadikan Tauhid Sebagai Prioritas Utama
Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmi rahimahullah berkata, “… sesungguhnya memperhatikan perkara tauhid adalah prioritas yang paling utama dan kewajiban yang paling wajib. Sementara meninggalkan dan berpaling darinya atau berpaling dari mempelajarinya merupakan bencana terbesar yang melanda. Oleh karenanya, menjadi kewajiban setiap hamba untuk mempelajarinya dan mempelajari hal-hal yang membatalkan, meniadakan atau menguranginya, demikian pula wajib baginya untuk mempelajari perkara apa saja yang bisa merusak/menodainya.” (lihat asy-Syarh al-Mujaz, hal. 8)
Betapa pun beraneka ragam umat manusia dan berbeda-beda problematika mereka, sesungguhnya dakwah kepada tauhid adalah yang pokok. Sama saja apakah masalah yang menimpa mereka dalam hal perekonomian sebagiamana yang dialami penduduk Madyan -kaum Nabi Syu’aib ‘alaihis salam- atau masalah mereka dalam hal akhlak sebagaimana yang menimpa kaum Nabi Luth ‘alaihis salam. Bahkan, meskipun masalah yang mereka hadapi adalah dalam hal perpolitikan! Sebab realitanya umat para nabi terdahulu itu -pada umumnya- tidak diterapkan pada mereka hukum-hukum Allah oleh para penguasa mereka… Tauhid tetap menjadi prioritas yang paling utama! (lihat Sittu Duror min Ushuli Ahli al-Atsar oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafizhahullah, hal. 18-19)
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah memaparkan, “Pada masa kita sekarang ini, apabila seorang muslim mengajak saudaranya kepada akhlak, kejujuran dan amanah niscaya dia tidak akan menjumpai orang yang memprotesnya. Namun, apabila dia bangkit mengajak kepada tauhid yang didakwahkan oleh para rasul yaitu untuk berdoa kepada Allah semata dan tidak boleh meminta kepada selain-Nya apakah itu para nabi maupun para wali yang notabene adalah hamba-hamba Allah [bukan sesembahan, pent] maka orang-orang pun bangkit menentangnya dan menuduh dirinya dengan berbagai tuduhan dusta. Mereka pun menjulukinya dengan sebutan ‘Wahabi’! agar orang-orang berpaling dari dakwahnya. Apabila mereka mendatangkan kepada kaum itu ayat yang mengandung [ajaran] tauhid muncullah komentar, ‘Ini adalah ayat Wahabi’!! Kemudian apabila mereka membawakan hadits, ‘..Apabila kamu minta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah.’ sebagian orang itu pun mengatakan, ‘Ini adalah haditsnya Wahabi’!…” (lihat Da’watu asy-Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab, hal. 12-13)
Apabila memelihara kesehatan tubuh adalah dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan obat-obatan, maka sesungguhnya memelihara tauhid adalah dengan ilmu dan dakwah. Sementara tidak ada suatu ilmu yang bisa memelihara tauhid seperti halnya ilmu al-Kitab dan as-Sunnah. Demikian pula tidak ada suatu dakwah yang bisa menyingkap syirik dengan jelas sebagaimana dakwah yang mengikuti metode keduanya [al-Kitab dan as-Sunnah, pent] (lihat asy-Syirk fi al-Qadiim wa al-Hadiits, hal. 6)
Imam Bukhari rahimahullah memulai kitab Sahih-nya dengan Kitab Bad’il Wahyi [permulaan turunnya wahyu]. Kemudian setelah itu beliau ikuti dengan Kitab al-Iman. Kemudian yang ketiga adalah Kitab al-‘Ilmi. Hal ini dalam rangka mengingatkan, bahwasanya kewajiban yang paling pertama bagi setiap insan adalah beriman [baca: beraqidah yang benar/bertauhid]. Sementara sarana untuk menuju hal itu adalah ilmu. Kemudian, yang menjadi sumber/rujukan iman dan ilmu adalah wahyu [yaitu al-Kitab dan as-Sunnah] (lihat dalam mukadimah tahqiq kitab ‘Aqidah Salaf wa Ash-habul Hadits, hal. 6)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Sesungguhnya tauhid menjadi perintah yang paling agung disebabkan ia merupakan pokok seluruh ajaran agama. Oleh sebab itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwahnya dengan ajakan itu (tauhid), dan beliau pun memerintahkan kepada orang yang beliau utus untuk berdakwah agar memulai dakwah dengannya.” (lihat Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 41)
Demikian sedikit keterangan seputar makna kalimat syahadat yang bisa kami himpun dengan taufik dari Allah. Semoga bermanfaat bagi kita. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

http://abu0mushlih.wordpress.com/2013/08/25/makna-kalimat-syahadat/